Makalah Empati - Internet Beritaku

Rabu, 12 September 2012

Makalah Empati


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Karena masih banyak saudara kita yang membutuhkan perhatian dan bantuan secara material dari kita sebagai orang yang lebih mampu. Maka kita wajib berempati terhadap mereka.
Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.
Tugas empati ini bertujuan agar kita semua dapat berempati terhadap sesama. Dalam kegiatan ini, saya beserta teman-teman melakukan kunjungan serta wawancara terhadap beberapa orang yang kurang mampu. Melalui mereka, saya dan teman-teman dapat belajar bahwa di sekitar kita masih banyak orang yang kekurangan dan membutuhkan uluran tangan dari kita semua.
Dalam berempati kita mengalami berbagai masalah serta rintangan. Tapi itu membuat kita lebih dewasa untuk meihat secara nyata tentang penderitaan mereka. Makalah ini juga dilatarbelakangi kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Makalah ini menyadarkan akan pentingnya mereka serta mengajak semua orang mempedulikan mereka dan membuat kita lebih bersyukur.

1.2 Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang masalah, masalah – masalah yang muncul dapat di identifikasi sebagai berikut :
 
1.    Apa saja kejadian selama empati berlangsung?
2.    Siapa saja yang saya wawancarain?
3.    Apa hikmah serta manfaat dari kegiatan tersebut?
4.    Bagaimana kita membantu mereka?
5.    Apa saja kendala yang dihadapi?

1.3  TUJUAN
   
    Kegiatan empati ini saya lakukan dengan maksud dan tujuan supaya melatih kepekaan saya terhadap lingkungan sekitar khususnya orang-orang yang kurang mampu. Kegiatan ini juga bermanfaat untuk diri saya sendiri karena dengan kegiatan ini saya menyadari bahwa  kita harus bersyukur terhadap apa yang saya punya.Kegiatan ini juga membuat saya menjadi lebih peduli terhadap lingkungan dan menjadikan hidup ini berguna bagi orang lain.
   
Saya menyadari banyaknya masyarakat yang kurang peduli terhadap masyarakat sekitarnya yang perlu akan uluran tangan kita.Dengan kegiatan ini saya mengajak teman-teman semua untuk lebih peduli terhadap lingkungan di sekitar kita.Satu rupiah yang teman-teman keluarkan sangat berarti bagi mereka.

BAB 2
PEMBAHASAN


2.1  Peristiwa Selama Kegiatan Empati

Kegiatan empati ini dimulai dengan berkumpul di sekolah kami sekitar jam 10 pagi pada hari minggu 11 agustus 2012, Sekitar 13 orang mengikuti kegiatan empati ini bersama sama. sebelumnya saya dan teman-teman ke sebuah supermarket untuk membeli buah tangan yang akan diberikan kepada para narasumber. Setelah itu, kami kembali ke sekolah dan tanpa disengaja ketika kami di masjid sekolah, kami melihat ada dua anak kecil yang sedang memulung barang bekas. Terketuklah hati kami untuk menghampiri kedua anak tersebut.

Beginilah cuplikan dari kegiatan wawancara bersama mereka:
Kami        : de, boleh di wawancarain sebentar gak?
Narasumber    : *mengganguk tanda setuju*
Kami        : Namanya siapa ?
Narasumber    : Sunarsih
Kami        : Masih sekolah enggak dek? Dimana ?
Narasumber    : Iya masih,di SMP Darul Yaqin di deket sini
Kami        : Kelas berapa? Udah sering mulung di sini ?
Narasumber    : Kelas 7.Iya sering, sehabis pulang sekolah saya mulung disini.
Kami        : oh, berapa penghasilan sehari kamu?
Narasumber    : sekitar 2000 sampai 3000 sehari, tergantung jumlah barang yang saya        jual.
Kami    : kasian~ emang orang tua kamu kerja apa de?
Narasumer    : ayah saya tuh buruh, kalau ibu mah gak kerja
Kami    : tapi emang uang segitu cukup de untuk kebutuhan sehari hari? *mulai kasian*
Narasumber    : cukup gak cukup, saya cukupin aja sih. Mau gimana lagi? *suara melas*
Kami    : sabar ya de. Kami turut prihatin. Boleh kami diantar kerumah kamu?
Narasumber    : oh iya, tapi rumah saya jelek. *sambil menunduk*
Kami    : oh iya kami mengerti kok *sambil tersenyum*

Mereka pun menunjukan rumahnya, dengan segera saya dan teman-teman berbondong bondong menuju rumahnya. Sebagian dari teman kami mengambil bingkisan yang akan diberikan kepada mereka. setelah sampai rumahnya, kami merasa sedih melihat rumahnya. Dan tiba-tiba keluarlah seorang nenek tua yang merupakan ibunya. Kami pun mewawancarainya:

Ibunya    : oh, silakan masuk. Maap rumahnya jelek
Kami    : Tidak usah bu, kami di luar aja. Maap ngeganggu kami hanya ingin  bertanya sedikit tentang ibu. Boleh kan?
Ibunya    : Oh silakan. Saya akan jawab dengan senang hati de * sambil tersenyum lebar*
Kami    : Makasih bu,
     Bu, dirumah ini ada berapa yang tinggal disini?
Ibunya    : yang tinggal 7 orang de,
Kami    : banyak juga yah. Dengan penghasilan segitu emang cukup untuk menghidupkan mereka?
Ibunya    :  yah mau gimana lagi de, disini saya dan lain saling membantu    melengkapi. Tapi kami tetap bersyukur kok *melemparkan senyum*
Kami    : hebat yah ibu. Kami harus banyak belajar dari ibu
     Bu, terima kasih atas waktunya . Kami tidak bisa lama lama. Maaf menggangu
Ibunya    : oh iya, kapan-kapan  mampir lagi yah
 Kami    : *memberi bingkisan* bu ini ada sedikit rejeki dari kami tolong diterima ya.
Ibunya    : iya, terima kasih banyak *sambil tersenyum*

Kami pun pergi meninggalkan mereka. banyak pelajaran yang kami dapat dari sana. setelah itu kami kembali ke sekolah untuk merencanakan target selanjutnya. Terbesit dipikiran kami untuk pergi ke pemukiman di sebelah SMAN 1 Kolaka yang menurut kami penduduk disitu masih banyak yang memerlukan bantuan dari kami. Bergegaslah kami berangkat menuju tempat tujuan tersebut walaupun kita tidak tahu tujuan yang akan kita kunjungi. Ketika  mau berangkat, teman kami hampir ada yang terjatuh dari motor lalu suasana menjadi tegang dan semua berpikir dia akan jatuh dan terluka. Kami pun berangkat....


Tidak lama kemudian, kami melewati sebuah jalan yang berbatu seperti “offroad”. Walaupun demikian, kami memaksakan untuk tetap lanjut. Sampailah kami ke sebuah pabrik pembuatan genteng. Kami terkejut, kami pun melanjutkan perjalanan yang tanpa arah mencari sebuah rumah yang terbuat dari bilik bambu. Tak kami sangka, kami sampai ke sebuah pertambangan yang berdebu dan jembatan yang terbuat dari sebilah bambu.
Saya    : bener nih kita akan kesana?
Ari    : iya, kita cari aja, keliatannya disana banyak rumah yang dari bilik
Saya    : jalannya berbahaya weh’
Ari    : bisa, demi membantu saudara kita semangat!!!

 Dengan perasaan was was kami pun melewatinya dengan cuaca yang sangat panas. Melewati jalan terjal, berbatu, berdebu, berlumpur itu kami hadapi hanya demi membantu sesama. Kami pun melihat rumah yang terbuat dari bilik bambu, kami pun berhenti. Kami berdiskusi apakah ini target selanjutnya yang akan kita datangi. Dan ternyata...
Didalam rumah tersebut ada sebuah motor bagus. Kami pun berpikir ulang untuk memberikan empati padanya. Dan akhirnya tidak jadi !!!
Walupun sedikit kecewa kami melanjutkan perjalanan, kami melihat jalur road race, kami juga melihat pemukiman mewah. Ternyata kami sampai di Tembong, kami sungguh kaget dan tak menyangka. Kurang lebih 2 jam setengah perjalanan kami, kami bingung kok bisa sampai tembong.
Masih terpikir tentang tembong kami melanjutkan perjalanan ke sebuah jalan terjal yang berbukit. Jalan berpasir dan berbatu yang membuat kami sedikit susah melewati jalan tersebut. Cuaca panas serta keadaan badan kami yang saat itu sedang berpuasa membuat perjalanan terasa sangat berat.
Setelah itu, Kami bertemu seorang lelaki tua di tempat yang kami kira sebuah tempat penyulingan minyak. Kami merasa kasian padanya. Karena keadaan yang tidak memungkinkan kami pun mengabaikannya dan melanjutakan perjalanan.
Tak jelas arah tujuan kita,kami hanya melihat sekeliling untuk mencari rumah yang dianggap tidak layak huni. Berbagai rumah kita lihat, tidak ada yang masuk kriteria kita. Tiba-tiba tak disangka kami sampai jalan raya. Dan ternyata itu adalah jalan raya menuju `Curug`.
Saya    : kita mau kemana? Kita sudah sangat jauh berjalan
Elang    : ayolah, kita sekalian berpetualang. Kan seruu
Ari    : ayo lanjut!!


Woow ternyata kami sudah berjalan sangat jauh. Tak kenal kata istrahat kita lanjutkan perjalanan ke sebuah gang sempit yang diprediksi mempunyai banyak masyarakat yang kurang mampu.
Kali ini jalannya sangat rusak dan berlumpur dan banyak genangan air. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti disebuah perkampungan yang sedang memproduksi batu bata.
Ari    : udah kita istirahat disini dulu
Isti    : iya, kita pikirkan lagi langkah selanjutnya
    Aul    : ri, coba kita kesana *menunjuk  sebuah gardu*
    Adit    : ayu !!!
Kami melihat seorang ibu yang sedang sibuk membuat batu bata
Elang    : bu, numpang nanya. Disini tuh ada gak warga yang kurang mampu atau yang rumahnya terbuat dari biilik
Ibu    : oh kurang tau tuh. Tapi disekitar sinimah rumahnya tidak ada yang bilik. Soalnya disini tuh tempat memproduksinya batu bata.
Ari    : oh terima kasih bu. Maap mengganggu
Setelah beberapa lama isitrahat. Kami pun jalan kembali. Jam menunjukan pukuk 11:30 kami keluar dari gang tersebut karena kami anggap disitu masyarakat rata rata mampu.
Masuklah kami ke gang yang lain. Berkeliing dan mengitari kampung tersebut itu hal yang tidak aneh lagi bagi kami.Setelah sejam an berkeliling, akhirnya disitu kami masuk ke jalan kecil diantara 2 pohon. Dan menemukan sebuah warung dan kerumunan warga. Karena fisik yang semakin lemah kita beristirahat disitu sambil bertanya:
    Muti    : bu, maaf ganggu. Disini tuh ada warga yang kekurangan gak?
           Ibu    : ada ada, namanya Lihin. Dia sekarang hidup sebatang kara. Rumahnya juga rusak. Tapi berkat pemerintah rumahnya baru aja selesai direnovasi emang ada apa?
          Ari    : tidak bu, kami ada tugas empati dari sekolah. oh, boleh kami diantarkan kerumahnya bu!
          Ibu    : *memanggil seorang anak* eh, antarkan ini ke rumahnya lihin yah
          Adit    : Ri, mending nanti aja. Bagaiman kalau kita sholat dahulu   
          Icha     : bener tuh. Apalagi sekarang udah jam 13:35
          Ari    : oh yaudah deh. *melihat ke ibunya* bu, kayanya nanti kami kesini lagi aja. Soalnya kami belum sholat. Kami permisi dulu yah
         Ibunya    : oh yaudah, hati hati dijalan yah.

Kami pun pergi meninggalkan kerumunan warga tersebut dan bergegas mencari sebuah masjid. Akhirnya kami menemukan masjid di pinggir jalan. Kami pun sholat di masjid itu.
Setelah sholat kami berbincang dan bercanda canda. Kami memikirkan tentang lihin tadi. Dengan melalui perdebatan dan perselisihan hebat akhirnya kami memutuskan untuk tidak memilih lihin sebagai target selnjutnya dikarenakan dia sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Dengan berat hati, kita lanjutkan perjalanan. Terbesit di pikiran saya untuk pergi ke ‘baros’. Disana sepertinya saya  sering melihat lelaki tua duduk di rumah reot di pagi hari. Tanpa panjang lebar, kami pun pergi kesana. Sesampainya disana rumahnya dikunci dan digembok. Kami kira pemilik rumah tersebut edang pergi ke sawah.

Elang    : gak ada orang nih kayanya!
Adit    : iyanya ri, udahlah ke rumah saya dulu aja
           Ari    :  bener nih gak nunggu dulu? Yaudahlah.
          Semua    : iya, nanti kesini lagi aja kali
Kami  semua pun pergi mengunjungi rumah adit yang kala itu memang dekat dari lokasi kita berada. Dirumah adit kita langsung dijamu oleh ibunya. Selalu,kami menanyakan tentang masalah empati tersebut.
Ibu    : kalian ini sedang nyari apa?
Dian    : nyari orang yang kurang mampu, dan kalau bisa rumahya bilik
Ibu    : dit, kan dibelakang rumah kita ada bu darsih yang kurang mampu
Adit    : yang mana itu?
Ibu    : itu yang deket pohon mangga, itu juga rumahnya bilik juga kan*suara  meyakinkan*
Adit    : *dengan malu* oh yang itu, yaudah kita kesana
          Semua    : Gimananya dit? Bukannya dari tadi kesini geh. Yaudah cepet udah sore

Melihat rumahya memang sangat memprihatinkan, tapi ketika kami Coba memangil pemilik rumah. Tidak ada respon, dan keluarlah tetangganya. Dia bilang bahwa orangnya sedang pergi untuk mengambil baksos. Kecewa pun menghapiri kita lagi~. Sambil melepas penak kami bermain main didepan rumahnya. Foto-fotoan, tidur-tiduran, jalan-jalan. Perjalanan kita memang sangat seru.
   
Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke tempat lelaki tua tadi. Kami semua kembali lagi kerumah kakek tadi. Sayang, rumahnya masih dikunci. Ketika kami meihat kesamping rumahnya, kami melihat lelaki tua itu. Dengan pakaian yang compang camping, badanya penuh dikerubungi dengan lalat, ba yang menyengat, karung di atas kepalanya,kami sedikit merasa segan untuk mewawancarainnya. Tapi teman kami sella memberanikan diri untuk mewawancarainnya.

     Sella    : pak, kami mau mewawancarai sebentar boleh kan?
       Lelaki tua: *melihat ke sekeliling* iya  *dengan suara yang tidak jelas*
       Sella    : hmm... bapak namanya siapa?
      Lelaki tua    : *dengan muka takut*  subardono *sambil melihat ke kamera teman*
      Gerald: gakpapa pak, kami hanya ingin mendokumentasikan
    Sella     : iya pak tidak apa apa. Bapak disini kerja apa? *menyodorkan rekaman*
      Lelaki tua    : saya? Saya mah buruh neng *suara ngeyel*
    Ari    : Bapak ini tinggal dimana?
      Lelaki tua: tuh disituh *menunjuk sebuah rumah jauh dibalik pohon besar*
    Ari    : kenapa bapak ada disini? Kok tidak pulang kerumah?
      Lelaki tua    : oh tidak, saya mah isthirahat aja disini
     Sella    : tapi kok ada baju segala? Bapak udah punya anak? Berapa?
      Lelaki tua    : nggaklah, udah. Anak bapak bapak sekarang umur 37 tahun *suara tinggi*
    Sella    : *mulai bingung* emang bapaknya umur berapa?
     Lelaki tua    : *muka pelongo* saya mah udah 78 tahun. Lahirnya tuh tahun 1901
    Semua: Hah? *serempak*
    Sella    : emang peghasilan bapak sehari berapa? Cukup buat hidup?

Tidak tau kenapa lelaki tua itu memegang tangan sella dengan erat dan penuh penghayatan dengan tatapan tajam ke arah saku atas jaket sella tersebut. Susasana menjadi tegang. Saya yang duduk disamping sella pun mulai ketakutan dengan tingkah laku orang ini.

     Lelaki tua    : emang kenapa nanya nanya? *menarik tangan*
    Sella    : *dengan muka panik dan tegang* gak pak, kami hanya ingin tau saja
   Pada saat itu semua diam termasuk lelaki tua dan sella. Lalu:
Lelaki tua    : penghasilan saya mah cukuplah. Dengan segala yang saya miliki *mulai ngaco     ngomongnya*
       Sella    : oh yaudah emang istri bapak kemana? *melepaskan tangan yg dipegang*

Ketika sella mengajukan pertanyaan tersebut, saya mendengar suara adit. Dan ketika saya menoleh kebelakang semua teman kami sudah siap di motor untuk kaburrr. Saya sebenernya masih bingung, tapi saya mengikuti mereka untuk menaiki motor. Sedangkan gerald dan sella masih mewawancarain dan memvideoin orang tersebut. Untung saya segera melemparkan dia batu sebagai kode.

Lelaki tua    : saya mah *tidak terdengar jelas*
    Sella    : oh yaudah ya pak terima kasih banyak * bergegas pergi*

Dengan terburu-buru kami pun pergi ke sebuah masjid untuk membicarakan hal tadi yang kami anggap itu masih janggal. Disitu adit menjelaskan bahwa orang tersebut adalah `ORANG GILA`. Adit sudah sering melihat orang tersebut, dia sebenarnya mau bilang dari awal tapi dia nggak enak sama kita. Orang – orang didaerah tersebut pun sudah tau bahwa dia orang gila. Bayangkan saja masa dia lahir tahun 1901. Itu tidak masu akal kan. Orang tua itu juga tidur di karung tersebut, tidak pernah ganti dan tidak pernah mandi. Pengalaman yang berharga bagi kami pada hal tersebut. Kami pun menenangkan diri di masjid tersebut sekitar 30 menit. Saat itu oukul menunjukan 15:25.
Kami pun memutuskan untuk pergi ke Banten Lama, denger-denger sih disana banyak orang yang kurang mampu. Walau kami puasa, tapi tidak kerasa karena dengan kejadian yang menimpa itu sangat berkesan. Sampai di daerah sempu, kelompok kami berpencar. 2 motor ke arah kebon jahe dan 4 motor ke arah sempu.
Disitu mulai ada miss komunikasi antara kami. Kami mulai emosi akan hal itu, apalagi saya bermain main dengan berkeliling keliling tidak jelas. Semua pada marah sama saya. Akhirnya kami pun janjian bertemu di Bunderan Ciceri.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya semua bertemu di tempat ini. Walau semua jengkel padaku. Tapi itu hanya sebuah candaan saja.
Melihat sekelompok tukang becak, saya terpikir `mengapa kita tidak mewawancarain dia?` tanya saya ke pada yang lain. Teman-temanku pun menjawab ;`terserah`
Akhirnya, saya memberanikan diri untuk mewawancarain dia.

Ari    : bang kami dari smanda, mau wawancara bentar yah?
        Babang    : iya gakpapa, lagi santai ini saya juga. Mau nanya apa?
    Ari    : seputar kehidupan abang aja. Nama babang siapa?
        Babang    : oh iya, nama saya agus.
    Ari    : udah lama berkerja disini bang?
        Babang    : udah lama sekali, ada mah 20 tahun an mah.
    Ari    : oh, kenapa babang gak cari pekerjaan yang lebih pantas aja?
Babang    : mau sih mau, tapi kalau mau bikin usahakan harus ada modal. Nah itu     masalahnya modalnya tidak ada.

Ari    : oh iyasih bener juga.  Tapi kenapa milih mangkal disini? Kan masih banyak tuh pangkalan yang lebih rame, kenapa milih disini?
Babang    : yah saya sukanya disini, pertama mah karena orang disini baik, terus deket dengan warung kopi, disini juga lumayan rame sih.
Ari    : oh iya sih, paling jauh nganterin orang kemana bang?
   Babang    : paling jauh yah? *berhenti sejenak* palingan juga ke cipocok sana sih
       Ari    : berapa tuh bang kira-kira biaya ke sana?
   Babang    : yah lumayan sekitar 7 ribu, tapi kan penumpang tuh jarang. Sering seharian gak dapet penumpang.  Terpaksa pulang dengan tangan hampa.*mendesah*
      Ari    : waduh kok bisa gitu yah? *penasaran* terus bagaimana babang menghidupkan keluarga babang? Babang punya anak dan istri kan?
  Babang    : iyaa saya punya istri dan 4 orang anak. Yah kita cukupin aja sebisa mungkin. Udah bisa beli beras aja kami sudah seneng *mata mulai berkaca*
      Ari    : sabar pak~ tapi anak anak bapak sekolah semua?
  Babang    : alhamdulillah, semua anak saya masih sekolah.
      Ari    : oh, becak ini milik sendiri apa pinjeman bang?
  Babang    : oh inimah minjem saya, jadi setiap sore saya nyetor ke pangkalannya
     Ari    : berapa tuh pak sekali nyetor?
  Babang    : yah sekitar 3000 an seharinya.
     Ari    : iya iya,  lumayan besar berarti. Rumah abang emang dimana? Berarti setiap pulang ngasihin beca dulu kepangkalan?
   Babang    : tuh deket di nancang, nggak. Becak mah saya bawa, cuman duitnya saya setorkan ke sana. Tapi kadang kadang juga di simpen disana sih tergantung.
     Ari    : oh begitu, tapi pernah gak abang ngeluh gitu?
   Babang    : ngeluh mah pastinya pernah. Tapi selama kita masih ingat tuhan, kita akan mengetahu arti sesungguhnya bersyukur itu. *suara tegas*
    Ari    : weh hebat ternyata babang *tertawa* kalau ini sistem antrinya gimana tuh bang? Pernah gak ada yang ribut gara-gara nyerobot?
  Babang    : yah biasa aja, nti yang paling depan itu yang dapet penumpang. Pas kembalinya dia berarti dia masuk barisan paling belakang. Sejauh ini sih belum pernah, semua tertib sih.
    Ari    :wow, tertib juga ternyata tukang beca *senyum malu* oh yaudah deh bang makasih yah udah mau diwawancarain *sambil memberikan amplop yan telah kami siapkan sebelumnya* semoga ini bermanfaat yah
  Babang    : oh iya iya, makasih nih yah. Saya akan gunakan dengan sebaik mungkin

Pertemuan tersebut begitu bermakna. Kita bisa mengambil kesabarannya,ketekunan,rasa syukur.dst kita juga harus selalu mengingat allah.
     Dengan demikian kami melanjutkan perjalanan ke banten lama untuk memberi bingkisan dan berempati ke mereka. Dikarenakan kita masih mempunyai banyak barang yang akan disumbangkan kepada mereka.
Dalam perjalanan, tak kami sangka dan tak terduga teman kami yang bernama hadi terjatuh dari motornya dia membawa motor dengan kecepatan tinggi, dan ngerem mendadak karena ada yang nyebrang. Seluruh badannya lecet danpenuh dengan darah. Untung saja yang dibonceng hadi yaitu sella tidak mengalami luka sedikit pun.
Kami pun membawa hadi ke ke pinggir jalan yang kebetuan deket dengan warung. Disitu kami berusaha memberikan pertolongan dengan cara mebersihkan lukanya dengan alkohol.  Disitu suasana sangat tegang. Teman temanku saling tuduh menuduh. Dengan suasana seperti ini saya hanya fokus mengobati hadi.akhirnya suasana mereda setelah hadi pun relax tak menjerit kesakitan dengan sedikit lelucon.
Akhirnya setelah beberapa lama kemudian kami membawa hadi ke klinik `krakatau`. Ketika sampai hadi langsung masuk ke ruangan UGD. Hadi pun dibersihkan lukanya dan diobati disana.
Walau sempat tegang, tapi di klinik tersebut kita malah asik bercanda satu sama lain. Hadi pun terlihat bahagia. Walau di badanya penuh dengan perban. Akhirnya kami membuka satu bingkisan itu utuk dimakan oleh hadi. Kemudian, setelah meminumkan obat ke hadi, kami pun bergegas mengantarkan hadi pulang ke rumahnya. Sesampainya dirumah kami meminta maaf kepada kedua orang tuanya. Dan untungnya orang tua hadi baik dan mau mengerti keadaan.
Tak kerasa waktu menunjukan pukul 17;30, itu sebentar agi kami harus buka puasa

Dian        : eh kita buka puasa dimasjid aja yuuk, tanggung bentar lagi buka
Gerald    : hmm. Iya bener kan gratisan ini *tertawa*
Adit        : oh, yaudah cepet kita juga belum sholat ashar loh *muka tegas*
Ari        : yaudah ayoo kita cari masjid.

Setelah keluar dari kompleks hadi, tak beberapa lama kemudian kami menemukan sebuah masjid di pinggir jalan. Semua merasa lega karena semuanya sudah merasa capek. Kami pun disambut baik oleh warga masjid sana. Malahan kita sudah ditawarkan untuk buka bersama disini. Kami merasa bahagia sekali.tapi kami harus menunaikan sholat ashar dahulu. Setelah itu, kami mengikuti shalalawatan dan doa bareng sambil menunggu waktu buka puasa
**suara azan** alhamdulillah, kam pun langsung di sodorkan berbagai jenis makanan oleh  pak ustad dan jamaah lainnya. Tanpa basa basi lagi kami menyantap makanan itu dengan lahap, karena memang kami hari itu merasa sangat lelah. Jamaah disana baik baik, kita dilayani bagaikan raja. Kami merasa terhormat.
Kami pun sholat magrib berjamaah. Ketika kita hendak pulang terbesitlah dipikiran kami untuk memberikan buah tangan kepada jamaah masjid tersebut untuk diberikan lagi kepada yang lebih membutuhkan. Disitu kami bercengkraman dan berfoto bersama sambil tertawa gembira.
     Setelah itu , Kami pun pergi ke royal untuk melanjutkan makan malam bersama, walaupun ada sedikit emosi disana dikarenakan macet. Tapi itu merupakan pengalaman yang benar benar tak akan saya lupakan seumur hidup saya. Kita berangkat jam 8 pagi pulang jam 11 malem dengan segudang peristiwa, dengan segudang pengalaman, dengan segudang pelajaran. Pokoknya itu sangat mengesankan, terima kasih kawan, terimakasih kepada semua narasumber. Dan terima kasih ya allah. Kejadian ini membuat saya lebih bisa memaknai indahnya hidup walaupun dalam kondisi apapun, karena selama dijalan yang bener kita pasti menemukan kebahagiaan
 
BAB 3
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Masyarakat harus memperdulikan lingkungan sekitar  khususnya orang yang kurang  mampu.
2) Kita wajib mensyukuri apa yang kita punya saat ini, karena masih banyak orang yang lebih memprihatinkan dari kita masih bisa bersyukur.
3) Belajar bagaimana susahnya menjalani kehidupan di dunia yang keras ini.dan kita jangan selalu melihat ke atas tapi lihat jugalah ke bawah.
4) Janganlah sekali-kali meremehkan orang dibawah kita, karena belum tentu kita lebih baik
5) Kita harus selalu membantu sesama serta memperdulikan mereka karena mereka perlu uluran tangan kita.
6) Melatih kepekaan kita terhadap lingkungan serta bagaimana kita bisa ikhlas.
7) janganlah menjadi orang yang sombong dan takabur, dan selalu hormati  orang.
Comments

2 komentar

Datang berkunjung ke blog sahabat :)
yang makalah keperawatan sob yang banyak biar saya pas butuh langsung kesini nyari makalahnya ada
( hehehe maunya)


EmoticonEmoticon