Makalah Legenda Candi Borobudur - Internet Beritaku

Kamis, 06 September 2012

Makalah Legenda Candi Borobudur


LATAR BELAKANG
Candi Borobudur merupakan salah satu bukti kemajuan teknologi di masa kerajaan Indonesia. Candi Borobudur dulunya merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia yang dimiliki Indonesia.
Candi Borobudur dibangun pada masa kerajaan oleh Raja Smaratungga salah satu raja kerajaan Mataram kuno dari dinasti Syailendra pada abad VIII. Dalam prasasti Sri Kahulunan (842 M) candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana.
Laporan tentang adanya penemuan Candi Borobudur tercatat pada tahun 1814 ketika sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali Negara Indonesia mengadakan kunjungan ke Semarang. Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah kedu telah ditemukan susunan batu bergambar. Raffles mengutus Cornelius seorang Belanda untuk mengadakan penelitian. Pekerjaan tersebut dilanjutkan oleh Residen Kedu bernama Hartman pada tahun 1835.
 Dengan adanya Candi Borobudur yang sangat megah itu, kami selaku kelompok penasaran akan pembangunan dan legenda dibalik Candi Borobudur. Candi semegah itu yang dibangun pada abad VIII tentunya dibangun dengan teknologi yang canggih, dan bahkan Candi Borobudur mempunyai 1.460 relief. Dengan keajaiban yang ada pada Candi Borobudur maka tersimpan legenda yang luar biasa di balik pembangunannya. Kami selaku kelompok mencoba menyelidik dalam makalah ini mengenai Legenda daripada Candi Borobudur tersebut.

RUMUSAN MASALAH
1.    Apa alasan dibangunnya Candi Borobudur?
2.    Dimana letak Candi Borobudur?
3.    Kapan Candi Borobudur?
4.    Siapa yang membangun Candi Borobudur?
5.    Bagaimana cara membangun Candi Borobudur?
6.    Mengapa Candi Borobudur tidak masuk lagi dalam 7 keajaiban dunia?
7.    Digunakan untuk apa Candi Borobudur pada zaman Dinasti Syailendra?
8.    Bagaimana proses pelestariannya dan upaya apa yang dilakukan agar Candi Borobudur tetap terjaga?

TUJUAN
1.    Mengetahui alasan dibangunnya Candi Borobudur.
2.    Mengetahui dimana letak Candi Borobudur.
3.    Mengetahui kapan Candi Borobudur dibangun.
4.    Mengetahui secara rinci siapa saja pembangun dari Candi Borobudur.
5.    Mengetahui cara Pembangunan dari Candi Borobudur.
6.    Mengetahui alasan tidak masuknya Candi Borobudur pada 7 keajaiban dunia.
7.    Mengetahui kegunaan Candi Borobudur pada zaman Dinasti Syailendra hingga sekarang.
8.    Mengetahui upaya-upaya dalam pelestarian Candi Borobudur.

Laporan tentang adanya penemuan Candi Borobudur tercatat pada tahun 1814 ketika sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali Negara Indonesia mengadakan kunjungan ke Semarang. Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar. Raffles mengutus Cornelius, seorang Belanda untuk mengadakan penelitian. Pekerjaan tersebut dilanjutkan oleh Residen Kedu bernama Hartman pada tahun 1835.
Pendokumentasian bangunan dan relief berupa gambar dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849. Sedangkan pendokumentasian berupa dokumen foto dilakukan oleh Van Kinsbergen tahun1873.
Menurut sejarah Candi Borobudur yang mempunyai 1.460 relief ini dibangun oleh Raja Smaratungga salah satu raja kerajaan Mataram kuno dari dinasti Syailendra pada abad VIII. Dalam prasasti Sri Kahulunan (842 M) candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana.
Menurut sejarah nama aslinya “Dasabhumi Sambhara Budara” yang berarti “Bukit Sepuluh Tingkatan Kerohanian”, yang disingkat menjadi Sambhara Budara, lalu Bharabudara dan dengan logat Jawa menjadi Borobudur.
Borobudur menghadap ke arah Timur dan didirikan di atas bukit pada tahun 826, prasastinya dikeluarkan pada tahun 824.
Pembuatannya dipercayakan kepada seorang arsitek dari India bernama Gunadharma. Dahulu kala Borobudur seluruhnya dicat putih dan berada di tengah-tengah sebuah danau.
Borobudur berukuran 123 X 123 m.; tinggi aslinya 42 m. (ujungnya telah patah ± 8 m.) dan terdiri atas empat bagian:
1.    alas bawah
2.    5 (lima) lapis lingkaran persegi yang berlekuk sehingga berbentuk segi 20.
3.    3 (tiga) lapis lingkaran bundar
4.    1 (satu) stupa besar di tengah-tengah.
Kesemuanya ini melambangkan “Dasa Bhumi” atau 10 (sepuluh) Kesempurnaan (Paramita) yang harus dimiliki oleh seorang Bodhisatva untuk dapat menjadi Buddha.
Lapisan-lapisan yang berbentuk segi 20 diberi serambi, sehingga merupakan lorong-lorong. Dinding serambi-serambi ini, baik di bagian luar maupun di bagian dalam diberi relief-relief (gambar-gambar pahatan) yang mengkisahkan cerita-cerita tertentu. Pada dinding dalam dari lorong pertama terdapat relief-relief tentang riwayat Buddha Gautama berdasarkan naskah “Lalita Vistara”.
Pada dinding luarnya terdapat cerita tentang kelahiran Pangeran Siddharta sebagai Bodhisatva menurut kitab “Jatakumala”.
Pada lorong yang lain terdapat cerita tentang para Bodhisatva lain dari kitab “Gandavyuha”; sedang di kaki candi yang tertutup terdapat lukisan-lukisan yang berhubungan dengan hukum Karma dari kitab “Karma Vibhanga”.
Dari lapisan pertama sampai keempat terdapat patung-patung Dhyani Buddha (masing-masing 92 buah), yaitu:
1.    menghadap ke Timur: Aksobya dengan mudra “Bhumisparsa” (menunjuk bumi sebagai saksi).
2.    menghadap ke Selatan: Ratnasambhava dengan mudra “Vara” atau “Varada” (memberi anugerah).
3.    menghadap ke Barat: Amitabha dengan mudra “Dhyana” (meditasi).
4.    menghadap ke Utara: Amogasidhi dengan mudra “Abhaya” (jangan takut).

Pada baris kelima menghadap keempat jurusan terdapat 64 buah patung dari Dhyani Buddha Vairocana dengan mudra “Vitarka” (meyakinkan).
Pada lingkaran bundar yang terdiri dari 3 lapisan terdapat 72 buah patung Vajrasatva dengan Dharmacakra-mudra dalam stupa-stupa yang dindingnya berlubang. Lubang-lubang stupa pada lapisan kesatu dan kedua (masing-masing 32 buah 24 buah) berbentuk “belah ketupat” sebagai lambang “masih belum dalam keseimbangan sempurna”; pada lapisan ketiga lubangnya berbentuk persegi sebagai lambang “mantap dalam keseimbangan”.
Jumlah patung yang terdapat di Borobudur ialah 368 + 64 + 72 = 504 buah.
Dinding stupa besar ditengah-tengah tidak tembus dan di dalamnya terdapat rongga yang sekarang kosong, yang mungkin sekali dahulu tempat menyimpan relik Sang Buddha.
Ketiga candi di atas setelah selesai, dikeramatkan oleh Puteri dari Raja Samarottungga, yaitu Rajaputri Pramodawardhani pada tahun 843 (prasasti tahun 840). Dari akhir abad ke-15 selama lebih dari 300 tahun lamanya Borobudur ditelantarkan.
Usaha-usaha menyelamatkan candi Borobudur
Pada tahun 1814, Raffles menerima laporan bahwa ada peninggalan purbakala di desa Bumisegoro bernama Borobudur. Pada tahun 1815 atas perintah Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stanford Raffles, opsir zeni Ir. H.C. Cornelius memimpin pembersihan wajah candi yang masih disebut-sebut dalam “Babad Tanah Jawa” seabad sebelumnya. Lebih dari 200 orang penduduk dipaksa kerja rodi selama 45 hari menebang pohon, membabat dan membakar belukar serta mengelupas tanah yang sudah menyelimuti candi yang kakinya sudah terbenam 10 meter ke dalam tanah.
Lalu Borobudur pun terjaga dari tidurnya yang pulas kira-kira 3 abad lamanya. Sayang Raffles tidak dapat meneruskan usahanya karena sudah harus pergi dari Indonesia.
Pada tahun 1835 pekerjaan untuk menyelamatkan candi Borobudur baru dapat dilanjutkan kembali. Seorang seniman Jerman, A. Shaefer, pada tahun tersebut untuk pertama kalinya mengabadikan Borobudur di atas celluloid. Ada 5.000 foto yang telah dibuatnya, yang kemudian dilanjutkan dengan penggambaran relief-reliefnya di atas kertas oleh F.C. Wilson dan Schonberg Mulder, dari tahun 1849 s/d tahun 1953.
Pada tahun 1873 monografi pertama tentang Borubudur diterbitkan oleh Museum Purbakala Leiden, Negeri Belanda. Pada tahun itu pula seorang ahli potret kenamaan, I. van Kinsbergen diberi tugas untuk memperbaharui potret-potret Borobudur. Karena sangat telitinya kerja I. van Kinsbergen (dia sendiri ikut membersihkan sudut-sudut candi), 200 relief yang selama ini terpendam dalam tanah ikut tersingkap.
Pada tahun 1885 kaki candi yang ditelan bumi itu “ditemukan” oleh J.W. Ijzerman. Ternyata di belakang kaki candi yang nampak masih ada lagi kaki candi lain yang dihiasi pahatan relief. Kaki yang tersembunyi ini diabadikan oleh Cephas selama setahun (1890-1891), yang untuk itu 12.500 meter kubik batu dipindahkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Penemuan ini penting artinya, yang disebut “Kamadhatu” (lingkaran hawa nafsu) yang sebelumnya tersembunyi dari pandangan mata. Seratus enam puluh panel dalam lingkaran “Hawa Nafsu” itu menggambarkan ajaran Karma (Hukum sebab dan akibat setiap perbuatan baik dan buruk), sebagaimana tertera dalam kitab “Karma-vibhanga”.
Pada tahun 1834 Residen Kedu melakukan pemugaran secara tambal-sulam dan memerintahkan pembersihan lebih lanjut agar wajah candi kelihatan lebih cantik. Batu-batu yang berserakan di sekeliling candi disingkirkan ke kaki bukit, sedangkan stupa-stupanya dibenarkan letaknya.
Pada tahun 1844 stupa induknya diperbaiki, namun ia pun melakukan perbuatan yang merusak, yaitu :

1.    Di atas candi Borobudur diberi bangunan bambu sebagai tempat para pembesar Belanda dan nyonya mereka minum teh dengan santai sambil menikmati panorama senja tatkala sang surya berpamitan dengan seisi bumi.
2.    Tatkala seorang Raja Siam (Thailand) datang pada pertengahan abad ke 19, Residen Kedu menghadiahkan kepada Beliau delapan gerobak batu-batu candi Borobudur dan lima puluh relief, di samping lima patung Sang Buddha sendiri, dua patung singa penjaga candi, satu pancuran berwujud “Makara” (kepala gajah bertanduk kambing, bertelinga kerbau dengan singa mini di dalam moncongnya), sejumlah kepala “kala” (raksasa dan ‘dewa waktu’ dalam mitologi Jawa) dari pangkal tangga dan gapura, serta sebuah patung raksasa dari bukit sebelah Barat-Laut candi Borobudur.

Hampir saja pengrusakan elemen-elemen Borobudur itu makin menjadi-jadi, ketika para ahli di negeri Belanda mengusulkan agar relief-reliefnya dipindahkan saja ke Museum Leiden, mengingat kondisi candi yang semakin rusak. Untunglah gagasan itu ditentang oleh kalangan ahli sendiri, sehingga tidak jadi dilaksanakan.
Pada tahun 1900 setelah dokumentasi dan penelitian dianggap memadai, oleh Pemerintah Belanda dibentuk panitia khusus untuk pemugaran Borobudur yang diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes.
Seperti halnya operasi pertama pada zaman Raffles, kembali seorang opzir zeni, Letnan Ir. Th. van Erp memainkan peranan utama sebagai penyelamat candi Borobudur.
Ada tiga hal yang dibebankan kepada Ir. van Erp dalam usaha menyelamatkan Borobudur:

1.    menanggulangi bahaya runtuh dengan cara memperkokoh sudut-sudut bangunannya, menegakkan kembali dinding-dinding yang miring pada teras (tingkat) pertama, serta memperbaiki gapura, relung dan stupa, termasuk stupa induk.
2.    mengekalkan keadaan yang sudah diperbaiki itu dengan pengawasan yang ketat dan pemeliharaan yang cermat. Untuk itu saluran airnya perlu disempurnakan dengan jalan memperbaiki lantai lorong dan pancuran air.
3.    memperlihatkan bangunan candi sejelas-jelasnya, bersih dan utuh.

Seluruh pekerjaan pemugaran yang dimulai pada tahun 1907 baru selesai empat tahun kemudian dengan menelan biaya 100.000 gulden.
Ir. van Erp pun telah membuat satu “warning-system” (petunjuk pengaman), yakni lapisan beton pengaman di antara 2 buah batu pada bagian dinding yang paling miring di sebelah Barat, tangga Utara tingkat pertama. Bilamana sambungan itu patah, maka Borobudur berada dalam keadaan bahaya.
Pada bulan Januari 1926 dapat diketahui adanya kerusakan yang disengaja oleh turis asing yang ingin menyimpan tanda mata dari Borobudur. Peristiwa ini menjadi pendorong bagi penelitian yang lebih intensif terhadap batu-batu dan terutama relief-relief candi. Nyatanya banyak relief yang menampakkan tanda-tanda retak. Tangan jahil? Bukan! Setelah diamati dan dibanding-bandingkan kiri kanan, ternyata bukan karena tangan jahil, melainkan karena suhu yang sangat cepat berganti; dari panas yang menyengat kemudian disusul hujan terus-menerus. Ternyata dari 120 panel relief “Lalita Vistara” yang menceritakan riwayat Sang Buddha sejak direncanakan lahir di sorga Tusita sampai khotbahnya yang kesohor di Benares, ada 40 yang rusak.
Pada tahun 1929 dibentuk panitia baru untuk melakukan pengamatan dan pengamanan. Dari hasil penyelidikan panitia, diketahuilah penyebab kerusakan, yakni: korosi kimiawi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan.
Korosi disebabkan oleh pengaruh iklim yang merusak batu-batu candi yang jelek kwalitasnya. Lapisan oker kuning yang dulunya dimaksudkan meratakan warna relief untuk keperluan pemotretan, ternyata berhasil melindungi batu-batu yang keras. Tetapi terhadap batu-batu yang lunak akibatnya jadi lain, yaitu pengelupasan. Cendawan dan lumut terang menambah korosi pula. Namun, sebab pokok korosi yang paling sadis adalah derasnya air yang merembes ke luar bangunan candi melalui celah-celah dan pori-pori batu-batuan candi itu sendiri.
Adapun kerusakan mekanis terutama disebabkan oleh tangan dan kaki manusia atau penyebab lainnya di luar candi.
Kerusakan lain ialah, karena tekanan bobot batu-batuan candi itu sendiri.
Pada tahun 1965 atas prakarsa Menteri P & K, Ny. Artati M. Sudirdjo S.H., maka untuk mencegah kerusakan yang lebih fatal, telah dilakukan pembongkaran atas dinding-dinding Utara dan Barat yang miring oleh Dr. R. Soekmono.
Pada tahun 1967 Dr. R. Soekmono ketika mengikuti Kongres Orientalis International di Ann Arbor (AS) minta perhatian kongres atas nasib Borobudur. Unesco tertarik pada nasib Borobudur dan berjanji untuk memberi bantuan.
Pada tahun 1968 Pemerintah RI membentuk Panitia Nasional Penyelamat Borobudur dan beberapa ahli luar negeri dihubungi, a.l.:

1.    Prof. C. Voute, ahli geologi kenamaan.
2.    Dr. G. Hyvert, ahli pengawetan patung dan relief
3.    Prof. Bernard Philipe Groslier, arkeolog Prancis kenamaan yang namanya tidak dapat dipisahkan dari penyelamatan candi Angkor di Kamboja.

Pada bulan Juni 1971 Panitia Pemugaran Borobudur dibentuk dengan diketuai oleh Prof. Ir. R. Roosseno didampingi oleh Dr. R. Soekmono. Pada tahun ini pula Dirjen Unesco, Rene Maheu datang ke Indonesia untuk menandatangani bantuan Unesco sebesar US $ 6 juta dari biaya pemugaran yang diperkirakan US $ 7,75 juta, (menurut perkiraan tahun 1975 biaya tersebut telah membubung sampai US $ 16 juta).
Pada tanggal 11 Agustus 1973 Borobudur mulai dipugar dengan mengikut-sertakan ahli-ahli dari Unesco, Lembaga Purbakala, Fak. Sastra UI, Dept. Geologi ITB dan Fak. Teknik & Pertanian UGM.
Menurut perkiraan, pemugaran Borobudur akan memakan waktu 8 tahun.
 
SIMPULAN DAN SARAN
    Dari data di atas, kita dapat mengetahui betapa agung Candi Borobudur. Merupakan Candi yang terbesar dan termegah Di Indonesia dan pernah masuk dalam 7 keajaiban dunia.
    Maka dari itu kita harus menjaga Candi Borobudur agar tetap lestari. Bagaimana caranya? Banyak  cara yang bisa kita lakukan, selain menjadi pemerati warisan budaya Indonesia, kita bisa membantu upaya pelestarian Candi Borobudur dengan sering berkunjung ke sana. Karena dengan begitu, kita bisa ikut membantu pemerintah dalam mendanai upaya pelestariannya tersebut.
Comments

1 komentar

terimakasih banyak untuk berbagi informasi... semoga tuhan memberikan yang terbaik buat kita semua


EmoticonEmoticon