Internet Beritaku: Kesehatan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 September 2012

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hiperemesis Gravidarum

Dukung blog ini dengan dengan cara subscribe, like dan share channel youtube kami, atau ikuti channel youtube kami untuk mendapatkan video-video pembelajaran atau Tips dan Trik Komputer yang bermanfaat. Untuk melihatnya kunjungi
LINK INI



HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A.    Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).

B.        Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998).
o     Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG
o     Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
o     Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
o Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.

C.        Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.

D.        Tanda dan gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
  •     Tingkatan I (ringan)
- Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
- Ibu merasa lemah
- Nafsu makan tidak ada
- Berat badan menurun
- Merasa nyeri pada epigastrium
- Nadi meningkat sekitar 100 per menit
- Tekanan darah menurun
- Turgor kulit berkurang
- Lidah mengering
- Mata cekung
  •     Tingkatan II (sendang)
- Penderita tampak lebih lemah dan apatis
- Turgor kulit mulai jelek
- Lidah mengering dan tampak kotor
- Nadi kecil dan cepat
- Suhu badan naik (dehidrasi)
- Mata mulai ikterik
- Berat badan turun dan mata cekung
- Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
- Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria
  •     Tingkatan III (berat)
- Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
- Dehidrasi hebat
- Nadi kecil, cepat dan halus
- Suhu badan meningkat dan tensi turun
- Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
- Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

E.        Penatalaksanaan
1.    Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
     a.    Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
       b.    Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
       c.    Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat
       d.    Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak
       e.    Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin
       f.    Usahakan defekasi teratur.

2.    Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan
       a.    Tidak memberikan obat yang terotogen
       b.    Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital
       c.    Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
       d.    Antihistaminika seperti dramamine, avomine
       e.    Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine

Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :

a.    Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan

b.    Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

c.    Terapi mental
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas.

d.    Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik.
Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital.

F.        Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.
  3. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
G..    Intervensi
1.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
  1. Berat badan tidak turun.
  2. Pasien menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
  3. Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep
Intervensi :
a.    Tunjukkan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
b.    Monitor tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit, mukosa mulut dan diuresis.
c.    Monitor intake dan output cairan.
d.    Singkirkan sumber bau yang dapat membuat pasien mual, seperti : deodorant / parfum, pewangi ruangan, larutan pembersih mulut.
e.    Timbang berat badan klien; pastikan berat badan pregravida biasanya. Berikan inforamasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
f.    Tingkatkan jumlah makanan padat dan minuman perlahan sesuai dengan kemampuan.
g.    Anjurkan pasien untuk minum dalam jumlah sedikit tapi sering.

2.    Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.
    Tujuan  :  Nyaman terpenuhi
    Kriteria Hasil  : 
    1.    Nyeri berkurang / hilang
    2.    Ekspresi wajah tenang / rilek, tidak menunjukan rasa sakit.   
    Intervensi  :
    a.    Kaji nyeri (skala, lokasi, durasi dan intensitas)
    b.    Atur posisi tidur senyaman mungkin sesuai dengan kondisi pasien.
    c.    Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.
    d.    Jelaskan penyebab nyeri pada pasien dan keluarga pasien.
    e.    Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
    f.    Kaji tanda-tanda vital.
    g.    Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan analgetika dan antiemetik.

3.    Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
    Tujuan  :  Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan meningkat.
    Kriteria Hasil  :
    1.    Pasien dapat mengetahui penyakitnya.
    2.    Dapat mendemonstrasikan perawatan diri dan mengungkapkan secara verbal, mengerti tentang instruksi yang diberikan.
    3.    Pasien kooperatif dalam program pengobatan.
    Intervensi  :
     a.    Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya, gejala, dan tanda, serta yang perlu diperhatikan dalam perawatannya.
    b.    Beri penjelasan tentang proses penyakit, gejala, tanda dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan dan pengobatan.
    c.    Jelaskan tentang pentingnya perawatan dan pengobatan.
    d.    Jelaskan tentang pentingnya istirahat total.
    e.    Berikan informasi tertulis / verbal yang terpat tentang diet pra natal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
   f.    Evaluasi motivasi / sikap, dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpan balik tentang informasi yang diberikan.
   g.    Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai dengan budaya dan hal- hal tabu selama kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus, 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta, Penerbit: Arcan
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC
Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta; Tridasa Printer
Babak, Lowdermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4; Jakarta, EGC

Standar Peraktek Keperawatan


Isu legal dan Standar praktek keperawatan

ISU ASPEK LEGAL
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah :

  1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
  2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
  3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
  4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.

STANDAR KEPERAWATAN

standar praktek keperawatan adalah ekspektasi minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman,efektif, dan etis.standar praktek keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi.

Standar praktek keperawatan meliputi :

Standar I : Ilmu keperawatan
Perawat profesional melaksanakan prakteknya didasarkan pada ilmu keperawatan dan materi yang relevan dengan keperawatan yang berasal dari ilmu-ilmu lain dan humaniora,serta secara terus-menerus mengembangkan diri sepanjang kehidupan keprofesiannya.perawat profesional harus memahami dan menganalisis empat konsep serta hubungan keempatnya yang terdiri dari keperawatan,manusia,konsep sehat-sakit serta lingkungan,memahami peran perawat profesional,hubungan antara perawat dengan individu dan kelompok,hubungan antar sesama perawat,hubungan antara perawat dengan disiplin/profesi kesehatan lainnya,memahami tahapan proses keperawatan,prinsip-prinsip dalam intervensi keperawatan,menganalisis kesehatan yang lazim terjadi,memahami keadaan klien;kritis,akut,resiko tinggi ataukah normal.menganalisis isu-isu tentang keperawatan,kerangka konsep tentang etik dan legislasi yang mempengaruhi situasi dimana perawat bekerja.memahami metodologi penelitian dalam keperawatan,konsep kepemimpinan,manajemen sumber-sumber pelayanan kesehatan,dan sistem pelayanan kesehatan.

Standar II : Akontabilitas profesional perawat profesional menjalankan fungsi independen dan interdependen serta harus dapat memenuhi persyaratan etis dan legal dalam menjalankan praktek profesionalnya.

Standar III : Pengkajian Perawat profesional melalui konsultasi dengan klien mengumpulkan data tentang kesehatan klien secara sistematis untuk pemeriksaan awal,pengkajian yang terus-menerus dan pengkajian yang lebih rinci untuk hal-hal tertentu dalam rangka menentukan satu atau lebih diagnosa keperawatan.

Standar IV : Perencanaan Perawat profesional melalui konsultasi dengan klien mengindentifikasi prioritas,waktu pencapaian,dan strategi/intervensi dari standar rencana keperawatan yang bersifat individual sehingga dapat mencapai hasil akhir yang paling mungkin dicapai untuk setiap klien.

Standar V : Implementasi Membuat pertimbangan dalam memodifikasi tahap implementasi untuk disesuaikan dengan situasi klien.

Standar VI : Evaluasi Perawat profesional berkonsultasi dengan klien secara sistematika mengevaluasi sejauhmana hasil yang diharapkan telah dicapai.perawat profesional mengevaluasi asuhan keperawatan terhadap klien secara individu maupun keseluruhan praktek keperawatan yang telah dilaksanakannya.Perawat profresional berpartisipasi dalam mengevaluasi sistem pemberian pelayanan keperawatan.

Sabtu, 08 September 2012

Sejarah Keperawatan


2.2 Sejarah keperawatan nasional dan internasional
Secara naluriah dapat dikatakan bahwa keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia yaitu Adam dan Hawa. Keberadaanya tidak pernah di pungkiri. Oleh karena itu perkembangan keperawatan, termasu keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat di pisahkan dan sangat di pengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuaan peradaban manusia.

2.2.1 Perkembangan Keperawatan Masa Sebelum Masehi

Pada zaman purbakala (primitif) manusia percaya bahwa apa yang ada di bumi mempunyai sesuatu kekuatan spritual/ mistik yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini di sebut Anismisme. Mereka menyakini sakitnya seseorang di sebabkan oleh kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu-batu yang sangat besar, gunung-gunung tinggi, pohon-pohon besar, sungai-sungai yang besar. Peran perawat tidak berkembang. Mereka lebih mempercayai dukun untuk mengobati dan merawat penyakit yang di alaminya karena dukun di anggap lebih mampu untuk mencari, mengetahui dan mengatasi roh yang masuk ketubuh orang sakit. Fenomena ini sering terlihat di negeri bangsa Cina dan Mesir.
Pada masa ini bangsa Mesir menyembah Dewa isis, dewa yang di yakini mampu menyembuhkan penyakit. Sementara itu bangsa Cina menganggap penyakit disebabkan oleh setan atau makhluk halus dan akan bertambah parah jika orang lain menyentuh orang sakit tersebut. Akibatnya perawat tidak di perkenankan untuk merawat orang sakit.

2.2.2 Perkembangan Keperawatan Masa Setelah Masehi
Kemajuan pradaban manusia dimulai ketika manusia mengenal agama. Penyebaran agama sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia, sehingga berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan. Yang di bagi menjadi :

2.1.1.1 Perkembangan Keperawatan Masa Penyebaran kristen.
Pada permulaan Masehi, Agama Kristen mulai berkembang. Pada masa itu, keperawatan mengalami kemajuan yang berarti, seiring dengan kepesatan perkembangan Agama Kristen. Ini dapat di lihat pada masa pemerintahan Lord Constantine, yang mendirikan Xenodhoeum atau hospes (latin), yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan.

2.1.1.2 Perkembangan keperawatan pada masa penyebaran Islam.
 Pada pertengahan Abad VI Masehi, Agama Islam mulai berkembang. Pengaruh Agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak terlepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyebarkan Agama Islam. Memasuki Abad VII Masehi Agama Islam tersebar ke berbagai pelosok Negara. Pada masa itu di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti: ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene dan obat-obatan. Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti pentingnya menjaga kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang secara pesat. Tokoh keperawatan yang terkenal dari dunia Arab pada masa tersebut adalah “Rafida”.

2.1.1.3. Perkembangan Keperawatan Masa Kekuasaan
Pada permulaan Abad XVI, struktur dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi kepada agama berubah menjadi orientasi kepada kekuasaan, yaitu: perang, eksplorasi kekayaan alam serta semangat kolonialisme. Pada masa itu telah terjadi kemunduran terhadap perkembangan keperawatan, dimana gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup, sehingga tenaga perawat sangat jauh berkurang. Untuk memenuhi kekurangan tenaga tersebut maka digunakanlah bekas wanita jalanan (WTS) yang telah bertobat sebagai, sehingga derajat seorang perawat turun sangat drastis dipandangan masyarakat saat itu.

2.1.1.4. Perkembangan keperawatan di Inggris
 Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk kita pahami, karena Inggris melalui Florence Nightingle telah membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan keperawatan yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Florence Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 1820 di Flronce (Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence kembali ke Inggris. Di Inggris Florence mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia mampu menguasai bahasa Perancis, Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence mengikuti kursus pendidikan perawat di Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di Paris, dan setelah pendidikan ia kembali ke Inggris. Kontribusi Florence Nightingle bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal klien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi klien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan 2 (dua) komponen keperawatan, yaitu: kesehatan dan penyakit. Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dan berbeda dengan profesi kedokteran dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat.

2.2.2    Perkembangan Keperawatan Di Inggris
Seusai perang krim, Florence Nightingale kembali ke inggris. Sejarah perkembangan keperawatan di inggris sangat penting di pahami karena inggris membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan perawatan dimana kepeloporan Florence Nightingale diikuti oleh negeri-negeri lain. Pada tahun 1840 Inggris mengalami perubahan besar dalam perawatan dimana sekolah-sekolah perawatan mulai bermunculan, misalnya pendidikan perawat di London Hospital meskipun kurikulumnya belum teratur. Pada tahun 1820 perkembangan keperawatan mengalami kemajuan paling pesat berkat Florence mendirikan sekolah perawat modern. Konsep pendidikan inilah yang mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia dewasa ini.
Konstriusi Florence Nightingale bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi merupakan suatu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasikan kebutuhan personal pasien dan perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manejemen rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi pasien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan dua komponen keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit, meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dengan profesi kedokteran, dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat ( Dolan, 1978, dikutip dari Taylor,C. 1989).
Florence Nightingale merintis karirnya pada tanggal 21 oktober 1854 dalam perang Krim antara Roma dan Turki, yaitu dengan membantu para korban akibat perang tersebut. Kegiatan ini dilakukan dibarak di Rumah Sakit(Scutori) yang berkapasitas 1700 tempat tidur dengan sarana yang masih terbatas. Pada tahun 1860 pemerintah setempat memberikan dana kepada Florence untuk mendirikan sekolah perawat yang diberi nama Nightingale Nursing School dan Rumah Sakit Thomas di London dijadikan sebagai lahan praktik.
Model sekolah perawat di Nightingale sebagai berikut :

2.2.2.1 Pembuatan kebijakan dibidang keperawatan, bebas dilakukan oleh seorang kepala perawat meskipun ia berada dibawah kepala Rumah Sakit.
2.2.2.2    Sarana berupa asrama bagi peserta didik dikepalai oleh seorang perawat.
2.2.2.3    Mengutamakan proses belajar pengajar di dalam kelas.
2.2.2.4 Tanggung jawab bimbingan terhadap peserta didik di lahan praktik diberikan kepada kepala bangsal.

2.2.3    Sejarah Perkembangan Keperawatan Di Indonesia
Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh kolonial penjajah diantaranya Jepang, Belanda dan Inggris. Dalam perkembangannya di Indonesia dibagi menjadi dua masa diantaranya :

2.2.3.1    Masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu negara Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Perawat berasal dari Indonesia yang disebut sebagai Verpleger dengan dibantu oleh Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja dirumah sakit Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799. Yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara belanda, sehingga akhirnya pada masa belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan rakyat. Mengingat tujuan pendirian rumah sakit hanya untuk kepentingan belanda, maka tidak diikuti dalam perkembangan keperawatan. Kemudian pada masa penjajahan inggris yaitu Rafless, mereka memeperhatikan kesehatan rakyat dengan moto kesehatan adalah milik manusia dan pada saat itu pula telah diadakan berbagai usaha dalam memelihara kesehatan diantaranya usaha pengandaan pencacaran secara umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa dan memperhatikan kesehatan pada para tawanan. beberapa rumah sakit dibangun khususnya di Jakarta yaitu pada tahun 1819, didirikan rumah sakit stadsverband, kemudian pada tahun 1919 rumah sakit tersebut pindah ke salemba dan sekarang dikenal dengan nama RSCM (rumah sakit Cipto mangunkusumo), kemudian diikuti rumah sakit milik swasta. Pada tahun 1942-1945 terjadi kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara jepang perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.  
2.2.3.2    Masa setelah kemerdekaan, pada tahun 1949 telah banyak rumah sakit yang didirikan serta balai pengobatan dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun 1962 telah dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk pertama kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan sarjana yang dilaksanakan di universitas indonesia dengan nama program studi ilmu keperawatan dan akhirnya dengan perkembangannya ilmu keperawatan, maka manjadi sebuah fakultas ilmu keperawatan dan beberapa tahun kemudian diikuti berdirinya pendidikan keperawatan setingkat S1 diberbagai universitas di indonesia seperti di bandung, yogyakarta, surabaya dan lain-lain.
2.2.3.3    Keperawatan di Masa Kuno
Masyarakat Indonesia di masa kuno beranggapan bahwa penyakit itu disebabkan oleh perbuatan makhluk halus yang jahat. Kepercayaan ini begitu mengakar pada masyarakat, sehingga ketika ada yang sakit maka mereka akan pergi ke dukun untuk mendapatkan pengobatan. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan mantra-mantra dan bahan-bahan tertentu yang tidak terbukti khasiatnya.         Dari segi keperawatan, orang yang sakit hanya dirawat oleh kaum wanita yang berlandaskan kepada naluri keibuan (mother instinc). Tidak ada catatan yang menyebutkan kaum pria ikut serta melakukan perawatan dengan alasan kaum pria tidak mempunyai kasih sayang yang cukup untuk merawat orang sakit. Pada masa kuno ini, tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan perkembangan yang berarti dalam bidang keperawatan.
2.2.3.4 Keperawatan di Masa Penjajahan
Di masa penjajahan, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemajuan. Perkembangan keperawatan banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep keperawatan dari Negeri Belanda. Hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah Belanda yang mendirikan dinas kesehatan khusus tentara (saat itu disebut MGD) dan dinas kesehatan rakyat (saat itu disebut BGD). Melalui kedua dinas tersebut pemerintah Belanda merekrut perawat dari penduduk pribumi. Untuk meningkatkan kemampuan para perawat ini agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, maka para perawat ini melalui organisasinya diberikan semacam pendidikan dan pelatihan oleh pemerintah Belanda. Ilmu keperawatan pada masa Belanda disebut Verpleegkunde. Sejak saat itu banyak sekali istilah-istilah keperawatan Indonesia yang mengadopsi bahasa Belanda. Sampai sekarang masih sering kita dengar istilah Belanda tersebut, misalnya nierbeken (bengkok), laken (sprei), bovenlaken (kain penutup), warm-water zak (buli-buli hangat), Iiskap (buli-buli dingin), scheren (gunting/cukur), dan lain-lain. Ketika kekuasaan beralih ke masa Pemerintahan Jepang, keperawatan Indonesia mengalami masa kegelapan. Wabah penyakit menyebar di mana-mana, jumlah orang sakit meningkat, sementara bahan-bahan yang dibutuhkan seperti balutan dan obat-obatan dalam kondisi kekurangan. Pendidikan keperawatan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhenti. Banyak perawat yang berhenti bekerja sebagai perawat dikarenakan ketakutan dan kecemasan. Selanjutnya tidak ada catatan perkembangan sampai akhirnya Indonesia mendapatkan kemerdekaan.

2.2.3.4    Keperawatan Indonesia Setelah Kemerdekaan
Sejarah perkembangan keperawatan Indonesia setelah kemerdekaan adalah sebagai berikut:
1)    Sebelum tahun 1950: Indonesia belum mempunyai konsep dasar tentang keperawatan.
2)    Tahun 1950: Indonesia mendirikan pendidikan perawat yaitu Sekolah Penata Rawat (SPR).
3)    Tahun 1945 – 1955: Berdirinya beberapa organisasi profesi, diantaranya yaitu Persatuan Djuru Rawat dan Bidan Indonesia (PDBI), Serikat Buruh Kesehatan, Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan.
4)    Tahun 1962: Berdirinya Akademi Keperawatan (Akper).
5)    Tahun 1955 - 1974: Organisasi profesi keperawatan mengalami perubahan yaitu Ikatan Perawat Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Guru Perawat Indonesia, Korps Perawat Indonesia, Majelis Permusyawaratan Perawat Indonesia Sementara (MAPPIS), dan Federasi Tenaga Keperawatan.
6)    Tahun 1974: Rapat Kerja Nasional tentang Pendidikan Tenaga Perawat Tingkat Dasar yaitu berdirinya Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang mengganti Sekolah Penata Rawat (SPR).
7)    Tahun 1974: Berdirinya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
8)    Tahun 1876: Pendidikan Keperawatan di Indonesia yang semula menyatu dengan pelayanan di rumah sakit, telah mulai memisahkan diri (terpisah) dari rumah sakit.
9)    Pada Januari 1983: Dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan I yang menghasilkan: a) Peranan Independen dan Interdependen yang lebih terintegrasi dalam pelayanan kesehatan; b) Program gelar dalam pendidikan keperawatan; c) Pengakuan terhadap keperawatan sebagai suatu profesi yang mempunyai identitas profesional berotonomi, berkeahlian, mempunyai hak untuk mengawasi praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.
10)    Tahun 1985: Berdiri Pendidikan Keperawatan Setingkat Sarjana (S1 Keperawatan) yang pertama yaitu Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang menjadi momentum terbaik kebangkitan Profesi Keperawatan di Indonesia.
11)    Tahun 1999: Berdiri Pendidikan Keperawatan Pasca Sarjana (S2 Keperawatan).
12)    Tahun 2000: Keluarnya Lisensi Praktek Keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan.

2.2.3.5 Perubahan profesionalisasi dalam keperawatan
Profesionalisasi merupakan suatu proses menuju kearah profesional. Dalam keperawatan proses tersebut diawali dari persepsi pekerjaan yang sifatnya vokasional menuju kepekerjaan yang profesional, demikian juga pendidikan yang dulunya bersifat vokasional kemudian bergeser kearah pendidikan profesional melalui pendidikan tinggi keperawatan. Setelah lokakarya pada tahun 1983 proses menjadikan diri profesional sudah mulai dirasakan dengan adanya proses pengakuan dari profesi lainnya. Dalam menuju pengakuan tersebut diperlukan langkah penting dalam penataan perawat menuju suatu profesi diantaranya:
1)    Penataan Pendidikan Keperawatan
2)    Penataan Praktek keperawatan
3)    Penataan pendidikan berlanjut
4)    Penataan Organisasi Profesi keperawatan
5)    Penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan

2.2.4    Perkembangan Organisasi Profesi Keperawatan
Organisasi profesi adalah organisasi yang terdiri dari para praktisi yang menetapkan diri sebagai ahli yang mampu dan bergabung bersama melaksanakan fungsi sosial yang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, serta merupakan asosiasi yang bersifat sukarela. Organisasi profesi bertujuan untuk mencapai persatuan dan kesatuan yang kokoh diantara anggotanya, meningkatkan mutu dan kesejahteraan anggotanya disertai peningkatan mutu pelayanan, serta terjalinnya hubungan kerjasama yang baik dengan organisasi profesi lain.

2.2.4.1 Organisasi Keperawatan Internasional
1) International Council of Nurses (ICN)
Merupakan organisasi profesional wanita pertama didunia yang didirikan tanggal 1 Juli 1899 yang dimotori oleh Mrs. Bedford Fenwick. ICN merupakan federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh dunia. Tujuan pendirian ICN adalah memperkokoh silaturahmi para perawat diseluruh dunia, memberi kesempatan bertemu bagi perawat diseluruh dunia untuk membicarakan berbagai maslah tentang keperawatan, menjunjung tinggi peraturan dalam ICN agar dapat mencapai kemajuan dalam pelayanan, pendidikan keperawatan berdasarkan dan kode eik profesi keperawatan.
2) American Nurses Association (ANA)
ANA adalah organisasi profesi perawat di Amerika Serikat. Didirikan pada akhir tahun 1800 yang anggotanya terdiri dari organisasi perawat dari negara-negara bagian. ANA berperan dlm menetapkan standar praktek keperawatan, melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan serta menampilkan profil keperawatan profesional dengan pemberlakukan legislasi keperawatan.
3) Canadian Nurses Association (CNA)
CNA adalah asosiasi perawat nasional di Kanada. Mempunyai tujuan yang sama dengan ANA yaitu membuat standar praktek keperawatan, mengusahakan peningkatan standar praktek keperawatan, mendukung peningkatan profesionalisasi keperawatan dan meningkatkan kesejahteraan perawat. CNA juga berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, pemberian izin bagi praktek keperawatan mandiri.
4) National League for Nursing (NLN)
NLN adalah suatu organisasi terbuka untuk semua orang yang berkaitan dengan keperawatan meliputi perawat, non perawat seperti asisten perawat (pekarya) dan agencies. Didirikan pada tahun 1952. Bertujuan untuk membantu pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan pendidikan keperawatan.
5) British Nurses Association (BNA)
BNA adalah asosiasi perawat nasional di Inggris. Didirikan pada tahun 1887 oleh Mrs. Fernwick. Bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan seluruh perawat di inggris dan berusaha memperoleh pengakuan terhadap profesi keperawatan.

2.2.4.2 Organisasi Keperawatan Indonesia
1) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
PPNI adalah perhimpunan seluruh perawat di Indonesia, didirikan pada tanggal 17 Maret 1974. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemimatera (PKVB) tahun 1921. Lahirnya Sumpah Pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Verpleger Indonesia (PKVI).
Sebagai organisasi profesi PPNI mempunyai peranan penting dalam melakukan pembinaan anggotanya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta mengelola pelayanan keperawatan. Pembinaan perawat sebagai anggota PPNI dapat dilakuan melalui penentuan kualifikasi anggota, penetapan legislasi, penetapan kode etik, pengembangan karir, dan peningkatan kesejahteraan perawat. Peran PPNI dalam mengembangkan ilmu dan teknologi keperawatan dilakukan denga merencanakan menciptakan iklim yang mendukung bagi kepenelitian keperawatan, mengidentifikasi masalah yang perlu diteliti di bidang pendidikan, pelayanan dan managemen keperawatan. Selain itu juga dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan institusi pelaanan dan pendidikan keperawatan untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan keperawatan termasuk mempersiapkan sumber daya penelitian di bidang keperawatan. Sedangkan peran PPNI dalam mengelola pelayanan keperawatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan dapat dilakukan dengan cara merumuskan standar, registrasi dan lisensi keperawatan.

2.2.5    Keperawatan Sebagai Profesi
2.2.5.1    Pengertian profesi
Menurut Hamid A.Y profesi adalah pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu.
Menurut Wilensky profesi yang berasal dari profession yang berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan dukungan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis guna menghadapi banyak tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan (alturisme).
2.2.5.2 Ciri-ciri profesi
Menurut Shortridge adalah sebagai berikut :
1)    Berorientasi pada pelayanan masyarakat
2)    Pelayanan keperawatan yang diberikan di dasarkan pada ilmu pengetahuan
3)    Adanya otonomi
4)    Memiliki kode etik
Menurut prof. Ma’rifin Husin adalah sebagai berikut :
1)    Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan keterampilan serta kode etik keperawatan.
2)    Telah lulus dari pendidikan pada jenjang perguruan tinggi sehingga diharapkan mampu untuk bersikap profesional, mempunyai pengetahuan dan keterampilan profesional, memberi pelayanan asuhan keperawatan profesional, dan menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan.
3)    Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang keseaahatan, yaitu :
a.    Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
b.    Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut
c.    Perumusan standar keperawatan ( asuhan keperawatan, pendidikan keperawatn registrasi/legislasi )
d.    Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Secara singkat keperawatan sebagai suatu profesi setidaknya harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)    Mempunyai ilmu pengetahuan dan dikembangkan secara terus menerus melalui penelitian
2)    Memiliki standar pendidikan
3)    Pelayanan dan praktek keperawatan
4)    Memiliki otonomi dan organisasi profesi
5)    Mempunyai kode etik profesi

2.2.6    Profil Keperawatan Profesional
2.2.6.1    Pengertian
Adalah gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
1)    Peran sebagai pelaksana (care giver)
Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat, communicator serta rehabilitator.
a.    Comforter : perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien
b.    Protector dan advocat : kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan
c.    Communicator : perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya, berkitan pula dengan keneradaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi ashuan keperawatan selama 24 jam
d.    Rehabilitator : berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.
2)    Peran sebagai pendidik (health educater)
Perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, kluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperwatan, antara sesama perawat atau tenag kesehatan lain.
3)    Peran sebagai pengelola
    berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.
4)    Peran sebagai peneliti
    Berperan dalam mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsif dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.

Selasa, 04 September 2012

Makalah Hernia


BAB  I
PENDAHULUAN


1.1. .LATAR BELAKANG
Penyakit hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktifBerasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus.Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis  atau buah zakar. Sementara pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan karena faktor usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut.Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah perkotaan yang notabene yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana aktivitas tersebut membutuhkan stamina  yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan maka, penyakit hernia akan segera menghinggapinya.Penjelasan mengenai penyakit hernia dan proses keperawatannya akan dibahas pada bab selanjutnya.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Apa dan bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan hernia.

1.3. .TUJUAN
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan hernia.

BAB 2
PEMBAHASAN


2.1. PENGERTIAN
1.    Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994).Hernia adalah : tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dincling rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup.
2.    Hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/ sebagian dari organ melalui lubang pada struktur disekitarnya. Hernia inguinalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kanalis inguinal (lipat paha). Operasi hernia adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula dan menutup cincin hernia.Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
3.    Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
4.    Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216).

2.2. KLASIFIKASI
Banyak sekali penjelasan mengenai klasifikasi hernia menurut macam, sifat dan proses terjadinya. Berikut ini penjelasannya :
Macam-macam hernia :
1.    Macam-macam hernia ini di dasarkan menurut letaknya, seperti :1.Inguinal. Hernia inguinal ini dibagi lagi menjadi :
•    Indirek / lateralis: Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Umumnya pasien mengatakan turun berok, burut atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.
•    Direk / medialis: Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi ireponibilis.2.Femoral : Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita daripada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini. 3.Umbilikal : Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pascaoperasi seperti infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi ekstrem atau kegemukan.4.Incisional : batang usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah.b.Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :1.Hernia bawaan atau kongenital Patogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis (indirek): Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.2.Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat).c.Menurut sifatnya, hernia dapat disebut :1Hernia reponibel/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.2Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peri tonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.3Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara), yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.Secara klinis “hernia inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai “hernia strangulata”. Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera.

2.3 ETIOLOGI
a.    Hernia Inguinalis / CongenitalHernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Lebih banyak pada pria ketimbang pada wanita. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut (karena kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi dan miksi misalnya akibat hipertropi prostat) dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intraabdominal yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertropi prostat, konstipasi dan ansietas sering disertai hernia inguinalis.Secara patofisiologi hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. Hernia inkarserata terjadi bila usus yang prolaps itu menyebabkan konstriksi suplai darah ke kantong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri dan gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik abdomen, tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah) Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendiktomi. Processus vaginalis peritoneum persisten Testis tidak samapi scrotum, sehingga processus tetap terbuka Penurunan baru terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran, sehingga processus belum sempat menutupdan pada waktu dilahirkan masih tetap terbuka. Predileksi tempat: sisi kanan karena testis kanan mengalami desensus setelah kiri terlebih dahulu. Dapat timbul pada masa bayi atau sesudah dewasa. Hernia indirect pada bayi berhubungan dengan criptocismus dan hidrocele
b.    Hernia FemoralisUmumnya dijumpai pada wanita tua, kejadian pada perempuan kira-kira 4 kali laki-laki. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Secara patofisiologis peninggian tekanan intra abdominal akan mendorong lemak pre peritoneal ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Ada factor predisposisiKelemahan struktur aponeurosis dan fascia tranversa Pada orang tua karena degenerasi/atropiTekanan intra abdomen meningkatPekerjaan mengangkat benda-benda beratBatuk kronik Gangguan BAB, missal struktur ani, feses keras Gangguan BAK, mis: BPH, veskolitiasisSering melahirkan: hernia femoralis (karisyogya.blog.m3-access.com).


2.4. .PATOFISIOLOGI
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batukyang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah  penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren.

2.5. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.    Terapi konservatif/non bedah meliputi :
•    Pengguanaan alat penyangga bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada hernia ventralis.
•    Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan Hernia inkaseata yang tidak menunjukkan gejala sistemik.
2.    Terapi umum adalah terapi operatif.
3.    Jika usaha reposisi berhasil dapat dilakukan operasi herniografi efektif.
4.    Jika suatu operasi daya putih isi Hernia  diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 mennit di evaluasi kembali
5.    Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat sebaiknya digunakan marleks untuk menguatkan dinding perut setempat
6.    Teknik hernia plastik, endoskopik merupakan pendekatan dengan pasien berbaring dalam posisi trendelernberg 40 OC.
7.    Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
8.    Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengadan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.
9.    Hindari aktivitas-aktivitas yang  berat.

2.6. KOMPLIKASI
•    Hernia berulang,
•    Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
•    Pendarahan yang berlebihan / infeksi lluka bedah,
•    Luka pada usus (jika tidak hati-hati),
•    Setelah herniografi dapat terjadi hematoma,
•    Fostes urin dan feses,
•    Residip,
•    Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.

2.7. MANAGEMEN KEPERAWATAN
1.    PengkajianPengkajian  pasien Post operatif   (Doenges, 1999) adalah meliputi :
•    SirkulasiGejala :  riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
•    Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
•    Makanan / cairanGejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
•    PernapasanGejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
•    Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi  sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
•    Penyuluhan / PembelajaranGejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan  ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).B).Diagnosa Keperawatan yang sering munculPeriode post-operatif (Doenges, 1999).
•    Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
•    Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
•    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
•    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
2.    Diagnosa perawatan Post Operasi (Doengoes 1999)1).Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.Tujuan : Nyeri hilang atau berkurangKriteria Hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang-tanda-tanda vital normal-pasien tampak tenang dan rileks
•    Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyerirasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
•    Anjurkan klien istirahat ditempat tidurrasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
•    Atur posisi pasien senyaman mungkinrasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
•    Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalamrasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
•    Kolaborasi untuk pemberian analgetik.Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.2).Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.Tujuan : tidak ada infeksikriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
•    Luka bersih tidak lembab dan kotor.
•    Tanda-tanda vital normal
INTERVENSI
•    Pantau tanda-tanda vital.Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
•    Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko infeksi.\
•    Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
•    Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan  leukosit.Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.
•    Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.3).Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyamanKriteria hasil : - pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.- pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur- kualitas dan kuantitas tidur normal
1) Mandiri
a.    Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari. Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.
b.    Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus menerus Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c.    Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari demi hari. Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
d.    Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur. Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan.  Catatan   : Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk memungkin pasien membuang kelebihan energi dan memfasilitas tidur.
e.    Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung. Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk  Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur. Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.
f.    Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang jernih” Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.
2)    Kolaborasi
a.    Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon (Desyrel). Rasional : Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
b.    Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam (Halcion). Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia atau sindrom sundowner.
c.    Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry 1).Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini sekarang dikontraindikasikan karena obat ini mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.-pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.-Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
•    Rencanakan periode istirahat yang cukup.Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
•    Berikan latihan aktivitas secara bertahap.Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
•    Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
•    Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

BAB 3
PENUTUP


3.1. KESIMPULAN
Hernia adalah : tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dincling rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup.Hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/ sebagian dari organ melalui lubang pada struktur disekitarnya. Hernia inguinalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kanalis inguinal (lipat paha). Operasi hernia adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula dan menutup cincin hernia.Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246). Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253). Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216).


DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.Diambil dari http:// andisetiadi.blogspot.com/2008/03/hernia asuhan keperawatanDiambil dari http:// khaidirmuhaj. Blogspot.com/2008/12/askep-herniaDiambil dari http :// perawat psikiatri. Blogspot. Com/2009/03/asuhan – keparawatan-pada-klien-dengan-hepatitis.html



Makalah Hipotermi


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Hipotermi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada neonatal. Menurut laporan LB3 Dinkes Subdinbindal Yogyakarta 2003 angka kematian bayi sebesar 281 dari 23,53/1000 kelahiran hidup. Saat ini telah dikembangkan tindakan untuk mencegah hipotermi pada neonatal yaitu dengan menunda memandikan sampai suhu tubuh stabil. Namun masih ada beberapa Rumah Sakit ataupun Bidan yang menggunakan prosedur memandikan neonatal dengan mandi rendam.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu :
•    Menjelaskan tentang penyebab Hipotermi

1.3 Tujuan Khusus
Mahasiswa memiliki kemampuan untuk :
•    Menjelaskan Beberapa Penyebab Hipotermi
•    Mengidentifikasikan Gejala Hipotermi.
•    Mengetahui Proses Terjadinya Hipotermi
•    Mengetahui Cara Pengobatan Dab Pencegahan Terhadap Hipotermi

BAB II
TINJUAN PUSTAKA


Hipotermi
(1)    Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
(2)    Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
(3)    Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
(4)    Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
Manajemen Hipotermi
Pengertian :  Menghangatkan kembali dan mempertahankan pasien yang suhu tubuhnya dibawah 35oC
Tujuan :  Memberikan rasa nyaman dan mempertahankan pasien pada suhu normal
Kebijakan :  Diberikan kepada pasien yang mengalami penurunan suhu tubuh di bawah normal

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Hipotermi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang dari 36,5 C). Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg.
•    Hipotermi dibedakan atas :
1.    stres dingin (36 -36,50 C)
2.    hipotermi sedang (32 -360 C)
3.    hipotermi berat (dibawah 320 C)
•    Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu :
1.    bayi kurang bulan / prematur
2.    bayi berat lahir rendah
3.    bayi sakit

3.1 Penyebab Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1.    Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2.    Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
3.    Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.

3.3 Gejala Hipotermi
1.    Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada
2.    Aktivitas berkurang
3.    Kemampuan menghisap lemah
4.    Tangisan lemah
5.    Ujung jari tangan dan kaki kebiruan

3.4 Proses Terjadinya Hipotermi
Penurunan suhu tubuh pada bayi terjadi melalui :
1.    Evaporasi (menguapnya cairan dari kulit bayi yang basah)
2.    Radiasi (memancarnya panas tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin)
3.    Konduksi (pindahnya panas tubuh apabila kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin)

3.5 Pengobatan Hipotermi
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
1.    Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
2.    Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
3.    Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
4.    Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
5.    Dirujuk ke rumah sakit.

3.6 Pencegahan Hipotermi
Melakukan tujuh rantai hangat, yaitu :
1.    Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering, bersih, penerangan cukup.
2.    Memberi asi sedini mungkin dalam waktu 30 menit setelah melahirkan agar bayi memperoleh kalori.
3.    Mempertahankan kehangatan pada bayi.
4.    Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
5.    Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi baru lahir.
Menunda memandikan bayi baru lahir :
1.    Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 24 jam.
2.    Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hipotermi pada bayi baru lahir perlu mendapat perhatian dari para petugas kesehatan dan khususnya calon ibu yang akan memiliki anak. Mereka perlu memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara memperlakukan bayi pertama kali ketika lahir.
Penanganan yang salah terhadap bayi bisa menyebabkan dampak negatif bagi mereka. Sebagai contoh terjadinya hipotermi pada bayi disebabkan oleh kebiasaan / perilaku yang salah seperti mengeringkan dan membersihkan tubuh bayi menunggu setelah plasenta lahir, memandikan bayi dilakukan segera setelah lahir, membersihkan lemak bayi segera setelah lahir, memercikkan air hangat / air dingin / air kembang / minyak wangi pada bayi baru lahir yang tidak menangis (untuk merangsang pernafasan) , mengosok tubuh bayi dengan minyak kayu putih / obat gosok , bayi baru lahir tidak segera didekapkan / dipisah /tidak segera disusui oleh ibunya. Semua kebiasaan diatas justru mengakibatkan penurunan suhu tubuh pada bayi.
Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir. Oleh karena itu para petugas kesehatan harus melakukan tindakan pencegahan terjadinya hipotermi di tingkat pelayanan dasar. Sebaiknya para petugas kesehatan memiliki penguasaan dalam mencegah dan menangani hipotermi pada bayi baru lahir untuk memberikan dampak positif yang sangat berarti dalam mencegah terjadinya kematian. Begitu pula dengan ibu, penolong persalinan, dan keluarga di rumah yang bisa dengan mudah mencegah terjadinya hipotermi.

4.2 Saran
1.    Upaya pencegahan hipotermi pada bayi baru lahir dilakukan dengan benar bila bayi dikeringkan dan melakukan kontak kulit langsung dengan ibu.
2.    Suhu lingkungan selama dan setelah kelahiran sangat besar pengaruhnya pada bayi baru lahir. Semakin dingin ruangan semakin besar terjadinya hipotermi.
3.    Cara terbaik mencegah hipotermi adalah mempertahankan tubuh bayi tetap hangat melalui metode ”kanguru” dan memenuhi kebutuhan kalorinya dengan memberi ASI sedini mungkin (30 menit setelah bayi lahir).
4.    Pencegahan hipotermi sangat mudah dan dapat dikerjakan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja yang terlibat dalam persalinan dan perawatan bayi.
5.    Penanganan hipotermi lebih sulit dibandingkan pencagahannya karena bila bayi mengalami hipotermi berarti keadaannya sangat berbahaya dengan risiko sakit dan mati meningkat
6.    Bayi dengan berat lahir rendah mudah terkena hipotermi karena pusat pengatur suhu belum berfungsi baik, kehilangan panas melalui permukaan kepala lebih besar, karena permukaan kepala bayi lebih luas daripada bagian tubuh lainnya dan lapisan lemak bawah kulit tipis.

 
DAFTAR PUSTAKA

1.    http://bidan2009.blogspot.com/2009/02/makalah-bblr-lisa-ervina-3a-akbid.html
2.    http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html
3.    http://netsky-red.blogspot.com/2008/10/hipotermi.html
4.    http://rioyonatanplb.blogspot.com/2009/09/hipotermi-pada-bayi-baru-lahir.html
5.    http://skripsistikes.wordpress.com/2009/07/15/new0035kp35kpkp/

Referensi :
1.    DepKes RI, 1992 Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks keluarga
2.    Saifudin Abdul Bahri. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal.YBP_SP.Jakarta
3.    JHPIEGO.2003. Panduan pengajar asuhan kebidanan fisiologi bagi dosen diploma III kebidanan. Buku 5 asuhan bayi baru lahir,Pusdiknakes.Jakarta
4.    Modul Asuhan Persalinan Normal

Makalah Tuberculosis (TBC)

Dukung blog ini dengan dengan cara subscribe, like dan share channel youtube kami, atau ikuti channel youtube kami untuk mendapatkan video-video pembelajaran atau Tips dan Trik Komputer yang bermanfaat. Untuk melihatnya kunjungi
LINK INI


BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Incidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada decade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia, penyakit ini biasanya banyak terjadi pada Negara-negara berkembang yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas/angka kematian tinggi, angka kejadian penyakit diagnosis dan terapi cukup lama. Indosesia, TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan teratas setelah ispa. Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia semakain meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC yang menular. Mengingat besarnya masalah TBC serta makin meluasnya masalah ini, maka menulis mengangkat masalah TBC ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

2.    Tujuan Penulisan
a.    Tujuan Umum
Agar mahasiswa/kita semua dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang penyakit Tuberculosis dan bagaimana cara penanggulangannya.

b.    Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dan kita semua mampuh memberikan suatu definisi atau pembatasan mengenai penyakit Tubrculosis (TBC).

3.    Methode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan methode kepustakaan dengan mengumpulkan berbagai literatur yang berhubungan dengan penyakit Tuberculosis (TBC).

4.    Sistem Matika Penulisan
BAB I    :  Pendahuluan, terdiri dari: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Methode  Penulisan dan Sistemmatika Penulisan.
BAB II    : Pembahasan, terdiri dari: Pengertian, Etiologi, Menifestasi Klinis, Patofisiologis, Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita, Pemeriksaan Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Pengobatan.
BAB III    :  Penurup, yang terdiri dari: Kesimpulan dan Saran.

BAB II
PEMBAHASAN


1.    Pengertian TBC
Tuberculosis (TBC): penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC juga dapat menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang dan selaput otak.

2.    Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu: mycobacterium tuberculosis dengan ukuran panjang 1-4 UM dan tebal 1.3-0.6 UM termasuk golongan bakteri aerobgram positif serta tahan asam atau basil tahan asam. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (basil tahan asam). Kuman TB cepat mati dengan sianar matahari langsung tetapi bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dominan selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama kontak yang erat TBC  merupakan penyakit yang sangat infensius. Seorang penyakit TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang disekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk saat ini telah terinfeksi mycrobacterium tuberculosis.

3.    Manisfestasi Klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti batuk berdahak kronis, keringat tampa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan napsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktifitas penderita bahakan kematian. Gejala umum TBC adalah: batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejalah lain yang sering dijumpai adalah: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, dan rasa nyeri dada, badan lemah, napsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala di atas dapat dijumpai pula pada orang dengan penyakit paru selain TBC. Oleh karena itu, orang yang datang dengan gejala di atas harus dianggap sebagai seorang yang ”suspek tuberculosis” atau tersangka penyakit TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mokroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA   dengan gejala suma, harus diperiksa dahaknya.

4.    Patofisiologi
Penularan TBC terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersikan sehingga penyebaran kuman keudara dalam bentuk droplet (percikan darah). Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada/tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi dan kelembaban. Dalam suasan yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahakan berbulan-bulan, bila partikel infeksi ini terisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang dan bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan/kiri dan dapat pula keduanya berpindah dengan melewati pembuluh limfe. Setelah itu, infeksi akan menyebar melalui sirmulasi, yang pertama terangsang adalah: limfokinase yang dibentuk lebih banyak untuk merangsang makrofag, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah makrofag. Karena fungsinya adalah membunuh kuman/basil, apabila proses ini berhasil dan makrofag lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuh akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel. Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama tumbuh permajuan di temapat tersebut. Apabila jaringan nerkosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaploe).


5.    Klasifikasi Penyakit DAN Tipe Penderita
Penentuan Klasifikasi dan tipe penderita Tuberculosis memerlukan suatu ”Definisi Kasus” yang memerlukan dan memberikan batasan baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan definisi kasus, yaitu:
1.    Organ Tubuh yang sakit: Paru/Ekstra Paru.
2.    Hasil pemeriksaan dahak secara Makroskopis langsung: BTA positf /BTA negatif.
3.    Riwayat pengobatan sebelumnya: Baru/Sudah perna diobati.
4.    Tingkat keparahan penyakit: Ringan/Berat.

     Klasifikasi Penyakit
1.    TBC Paru
Adalah : tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleora (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam:
a.    TBC Paru BTA 
b.    TBC Paru BTA  

2.    TBC Ekstra Paru
Adalah: tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya: pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendihan, kuilit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu:
a.    TBC Ekstra Paru Ringan
Misalnya    : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b.    TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya    : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran Kemih dan alat kelamin.


     Tipe Penderita
Tipe penderita ditemukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu:
a.    Kasus Baru
Adalah    : Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b.    Kambuh (Relaps)
Adalah    :    penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh/pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA Positif.
c.    Pindahan (Transfer In )
Adalah    :    penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Pindahan yang menderita tersebut harus membawa surat rujukan (form TB 09).
d.    Kasus Berobat Setelah Lalai (Pengobatan Setelah Default/Drop Out).
Adalah    :    Penderitaan yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA   setelah putus berobat (drop out) dua bulan atau lebih.
e.    Gagal
Adalah    :  -      Penderitaan BTA   yang masi tetap positif atau kembali menjadi     positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
-    Penderitaan BTA  rontgen positif yang menjadi BTA   pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
f.    Lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan di atas. Termasuk dalam kelompok  ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masi BTA  Setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori dua.)

6.    Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan pertama terhadap keadasan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus atau berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah apens paru. Bila dicurigai infiltral yang agak luas, maka yang akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronchi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infeksi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah.

7.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Tuberculin Skin Test
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutan 0.1 ml pada bagian punggung/dorsal dari lengan bawah. Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai karena hanya menunjukan ada tidaknya antibodi anti TBC pada seseorang, sedangkan menurut penelitian  80% penduduk indonesia sudah pernah terpapar antigen  TBC, walaupun tidak bermanifestasi sehingga akan banyak memberikan false positif.

b.    Pemeriksaan Radiologis
Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan dengan 1 kali pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rongen dada. Dengan rontgen, paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal. Gejala dari foto rontgen yang mencurigai TB adalah:
  •     Milier
  •     Atelektasis/kolaps konselidasi
  •     Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilas/paratrakeal
  •     Konsolidasi (lobus)
  •     Reaksi pleura/efusi pleura
  •     Klasifikasi
  •     Bronkiektasis
  •     Kavitas
Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen, harus dicurigai TBC. Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA (Posterior Anterior) dan lateral, tapi kalau tidak mungkin PA saja


c.    Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif dan tidak juga spesifik. Pada saat TBC baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leokosit yang sedikit meninggi dengan hitungan jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit masi di bawah normal, laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leokosit kembali normal dan jumlah limfosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap dan mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normakron dan normasiter, gama  globulin meningkat dan kadar natrium darah meningkat.

d.    Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis TBC sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

8.    Pengobatan Tuberculosis
Dalam pengobatan, TBC dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a.    Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan dengan obat yang diberikan:
o    Streptomisin Injeksi 750 mg
o    Pas 10 mg
o    Ethambutol 1000 mg
o    Isoniazid 400 mg

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah: setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TBC dapat dilakukan dengan minum obat saja. Obat yang diberikan dengan jenis: INH, rifapicin dan etabutol. Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

b.    Dengan menggunakan obat program TBC kombipack bila ditemukan dalam pemeriksaan sputum BTA   dengan kombinasi obat:
  •     Rifampisim (R)
  •     Isoniazit (INH)
  •     Ethambutol (E)
  •     Pyridoksin (Z)/pyrazinzmid
  •     Streptomycin (S)
Efek samping obat anti tubrculosis:
  •     Isonizit: efek samping berupa hepatitis, kesemutan, nyeri otot, defisiensi piridoksin, kelainan kulit.
  •     Rifampisin: jarang menyebabkan efek samping, namun efek samping yang sering terjadi adalah: hepatitis, sidromrespirasi ditandai dengan sesak nafas, anemia haemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
  •     Pyrazinamid: efek samping yang terjadi adalah, hepatitis, nyeri sendi dan dapat menyebabkan arthritis gout.
  •     Steptomycin: efek samping utama adalah kerusakan syaraf  ke 8 yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
  •     Ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupah berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna.

BAB III
P E N U T U P


1.    Kesimpulan
a.    TBC adalah: penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium  tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.
b.    TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius dengn gejala sebagai berikut: batuk darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, anoreksia, dahak bercampur darah, sakit kepala, nyeri otot dan berkeringat di malam hari.
c.    Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan TBC adalah kombinasi dari: rifamicin, isonaizid, pyrazinamid, ethambutol dan streptomycin.

2.    Saran
Semoga kita semua dapat lebih memahami dan mengetahui tentang penyakit TBC serta dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta kita dalam penanggulangan TBC.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol I . Jakarta:EGC

Prince A. Silvia. 1995. pathofisiologi. Edisi 4. jakarta:EGC

Doenges E. Marylin.1992. nursing care plan. Jakarta:EGC

Pearce C. Evelyn .1990. anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta:EGC

Zulkifli Amin, Asril bahar. 2006. tuberculosis paru, buku ajar penyakit dalam. Jakarta: UI

Http://www. Medicastore.com/tbc/penyakit-tbc.htm.

Makalah BHP-Penelitian Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN



1.1    LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi biomedik, dan penerapannya dalam praktek kedokteran, membangkitkan kecemasan di antara masyarakat umum dan menghadapkan masyarakat terhadap masalah-masalah etik. Masyarakat mengekspresikan keprihatinan tentang apa yang ditakutkan akan merupakan penyalahgunaan dalam penyelidikan ilmiah dan teknologi biomedik. Hal ini dapat dipahami mengingat metodologi penelitian eksperimental biomedik. Penelitian berawal dengan penetapan hipotesis dan ini kemudian diuji dalam laboratorium serta pada hewan-hewan percobaan. Agar hasil-hasil temuan dapat bermanfaat secara klinis, percobaan harus dilakukan pada subyek manusia, dan meskipun dirancang secara hati-hati, penelitian demikian membawa resiko pada subyek-subyek tersebut. Resiko ini dibenarkan tidak karena manfaat pribadi bagi sang peneliti atau lembaga penelitian, tetapi lebih karena manfaatnya bagi subyek manusia yang terlibat, serta kemungkinan sumbangannya pada pengetahuan manusia, hilangnya penderitaan atau bertambahnya usia.
Perubahan fundamental dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Iptek yang sebelumnya merupakan sarana penunjang berubah peran dan memberi landasan pada keseluruhan upaya manusia.  Khususnya dalam bidang ilmu kedokteran. Penelitian kesehatan atau biomedical research oleh World Health Organization (WHO) meliputi penelitian tentang farmasetik, peralatan kesehatan, radiasi medik dan imaging, prosedur bedah, catatan medik, sampel biologik, penelitian epidemiologi, ilmu sosial dan psikologi. Dibutuhkannya sampel biologik untuk penelitian, sehingga kode etik penelitian kesehatan ada untuk menghargai martabat manusia dan hak asasi nya sebagai sesama ciptaan. Etika adalah prinsip-prinsip yang secara moral mengatur tindakan suatu individu atau kelompok profesional  atau filosofi yang mendasari prinsip-prinsip.
1.2    RUMUSAN MASALAH

a.    Bagaimana prinsip suatu penelitian kesehatan
b.    Bagaimana prinsip uji klinik yang baik
c.    Bagaimana fungsi Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
d.    Bagaimana pandangan bioetik, medikolegal, serta islam dalam etika pengambilan, penyimpanan, dan pemanfaatkan  organ manusia untuk penelitian.
1.3    TUJUAN

Penyusunan masalah ini dimaksudkan untuk
a.    Mengetahui prinsip suatu penelitian kesehatan
b.    Mengetahui prinsip uji klinik yang baik
c.    Mengetahui fungsi Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
d.    Mengetahui pandangan bioetik, medikolegal, serta islam dalam etika pengambilan, penyimpanan, dan pemanfaatkan  organ manusia untuk penelitian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1.         PENELITIAN KESEHATAN
Perubahan fundamental dalam kehidupan manusia, antara lain perubahan peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sebelumnya merupakan sarana penunjang berubah peran dan memberi landasan pada keseluruhan upaya manusia. Dari sini berkembanglah konsep-konsep baru, seperti pembangunan berdasarkan pengetahuan (knowledge based development) dan diakui bahwa mutu pengelolaan pengetahuan strategik menentukan keberlangsungan hidup suatu upaya/organisasi. Ini dapat dilihat dari daya saing dan kemampuannya beradaptasi pada perubahan lingkungan. Berdasarkan konsep baru upaya kesehatan dilaksanakan dengan sistem kesehatan berdasarkan pengetahuan (knowledge based health systems). Akibat perubahan fundamental tersebut, maka pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek memegang peran, yang makin menentukan dalam penyusunan kebijakan dalam pembangunan kesehatan dan implementasinya.
        Penelitian kesehatan atau biomedical research oleh World Health Organization (WHO) meliputi penelitian tentang farmasetik, peralatan kesehatan, radiasi medik dan imaging, prosedur bedah, catatan medik, sampel biologik, penelitian epidemiologi, ilmu sosial dan psikologi.
Menurut isi deklarasi Helsinki butir 11 dan 12, penelitian kesehatan harus menghormati :
1.    Privacy
2.    Dignity (martabat)       
3.    Human care (manusiawi)   

2.2     LANDASAN HUKUM
Beberapa landasan hukum yang mendasari kode etik penelitian kesehatan diantaranya:
2.2.1    Nuremberg Code (1947)
Nuremberg Code adalah instrumen internasional pertama mengenai etik penelitian kesehatan dan berasal dari keputusan Pengadilan para Dokter (the Doctor’s Trial) di kota Nuremberg tahun 1947. The Doctor’s Trial adalah bagian dari Nuremberg Military Tribunal yang mengadili kejahatan perang yang dilakukan rezim Nazi Jerman. Para dokter yang diadili disalahkan melaksanakan penelitian kesehatan tanpa tujuan ilmiah yang rasional. Penelitian dilakukan secara paksa pada tawanan kamp konsentrasi oleh personel yang tidak memenuhi persyaratan. Nuremberg Code meletakkan dasar perdana untuk pengembangan etik penelitian kesehatan. Code disusun untuk melindungi integritas subjek penelitian, menentukan persyaratan-persyaratan untuk melaksanakan penelitian kesehatan secara etis dan secara khusus memberi tekanan pada persetujuan sukarela (voluntary consent) oleh manusia yang diikutsertakan sebagai subjek penelitian.
2.2.2    Universal Declaration of Human Rights (United Nations, 1948)
The General Assembly of the United Nations pada tahun 1948 mengadopsi the Universal Declaration of Human Rights. Guna mem-beri kekuatan hukum dan moral pada Deklarasi tersebut pada tahun 1966 the General Assembly menetapkan the International Convenant on Civil and Political Rights, yang dalam Artikelnya ke-7 disebut No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In partcular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation. Artikel ke-7 ini menegaskan perlindungan hak asasi manusia dan kesejahteraan setiap relawan manusia yang ikut serta sebagai subjek dalam penelitian kesehatan.

2.2.3    The Declaration of Helsinki. Ethical Principles for Medical Research Involving Human Subjects (World Medical Assembly, 2000)
Dalam riset biomedik pada manusia terdapat panduan yang tercantum dalam Deklarasi Helsinki ( 1964) dari World Medical Association (WMA), yang direvisi di Tokyo (1975), di Venesia ( 1983), di Hongkong ( 1989), serta International Ethical Guidelines for Biomedical Resesrch Involving Human Subject oleh Council for International Organization of Medical Sciences ( CIOMS) dan WHO ( 1993).
Dalam Deklarasi Helsinki tercantum prinsip- prinsip dasar riset, etik riset kedokteran yang dikombinasi dengan pengobatan (riset klinik) dan riset biomedik non klinik yang berbunyi sebagai berikut:
1.    Riset biomedik pada subjek manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan berdasarkan eksperimen laboratorium hewan percobaan dan pengetahuan yang adekuat dan literatur ilmiah.
2.    Disain dan pelaksanaan eksperimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol untuk kemudian diajukan kepada suatu komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi komentar dan bimbingan.
3.    Riset biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medik yang kompeten. Tanggung jawab atas manusia yang diteliti terletak pada tenaga medik yang kompeten dan bukan pada manusia yang diteliti walaupun subjek telah memberikan persetujuan.
4.    Riset biomedik pada manusia tidak boleh dikerjakan kecuali bila kepentingan tujuan penelitian tersebut sepadan dengan resiko yang akan dihadapi subjek.
5.    Setiap peneliti pada subjek harus diketahui oleh peneliti secara seksama mengenai resiko yang mungkin timbul dan manfaat potensial baik bagi subjek maupun bagi orang lain. Kepentingan subjek harus lebih diutamakan daripada kepentingan ilmu pengetahuan maupun masyarakat.
6.    Dalam penelitian, hak seseorang untuk melindungi integritas dirinya harus selalu dihormati. Peneliti harus berusaha menekan sekecil mungkin dampak penelitian terhadap integritas mental, fisik dan kepribadian subjek.
7.    Seorang dokter tidak diperbolehkan ikut dalam proyek riset dengan subjek manusia jika ia tidak dapat memperkirakan bahaya apa yang mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan penelitian bila bahaya apa yang mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan penelitian bila bahaya yang dijumpai ternyata melampaui manfaat yang diharapkan.
8.    Dalam mempublikasikan hasil penemuannya, maka harus dilaporkan hasil yang akurat. Eksperimen yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip yang digariskan dalam deklarasi helsinki tidak boleh diterima untuk publikasi.
9.    Dalam riset manusia, maka kebanyakan subjek harus diberitahu tentang tujuan, metode, manfaat serta kerugian yang bisa dialami.
10.    Dalam meminta persetujuan setelah penjelasan ini, dokter harus berhati-hati bilamana ada kemungkinan pasien merasa tergantung kepada dokter atau keadaan dimana subjek memberi persetujuan dibawah paksaan.
11.    Untuk penderita yang tidak kompeten secara hukum, maka persetujuan setelah penjelasan harus diminta dari pelindungnya yang sah menurut hukum setempat.
12.    Dalam protokol riset, selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma-norma etik yang dilaksanakan telah sesuai dengan deklarasi helsinki.  
2.2.4    Operational Guidelines for Ethics Committees that Review Biomedical Research  (WHO 2000)
Dokumen membahas secara rinci tujuan dan cara pembentukan komisi etik penelitian serta pengadaan sistem penilaian etik. Selain itu juga dibahas masalah keanggotaan dan prosedur kerja, termasuk aplikasi protokol penelitian dan proses pengambilan keputusan. Dokumen tersebut merupakan pedoman kunci untuk membentuk KEPK dan menentukan prosedur kerjanya. Dokumen ini telah diterjemahkan dan diadaptasi untuk Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes.
2.2.5    International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects  (CIOMS 2002)
Council of International Organizations of Medical Sciences (CIOMS) adalah organisasi internasional non-pemerintah yang berafiliasi resmi dengan WHO. Dokumen tersebut adalah dokumen mutakhir hasil penyempurnaan keempat yang paling lengkap tentang etik penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian. Pedoman CIOMS memberi perhatian khusus pada penerapan Deklarasi Helsinki di negara-negara sedang berkembang untuk digunakan bagi perumusan kebijakan penerapan standar etik penelitian kesehatan sesuai keadaan setempat. KEPK memakai dokumen tersebut, sebagai bahan referensi utama, dan sangat menganjurkan untuk membaca keseluruhan buku CIOMS tersebut.
Selain 5 (lima) dokumen tersebut, masih terdapat banyak dokumen lain tentang etik penelitian kesehatan berkaitan dengan permasalahan khusus atau bidang khusus penelitian kesehatan. Misalnya International Guidelines for Ethical Review of Epidemiological Studies (CIOMS 1991), Guidelines for Good Clinical Practice for Trials on Pharmaceutical Products (WHO, 1995), Ethical Guidelines in HIV Preventive Vaccine Research (UNAIDS, 2000) dan Directive on Clinical Trials yang diadopt oleh Council of Ministers of the European Union yang telah diberlakukan mulai tahun 2004.

2.3      PRINSIP ETIKA UMUM
Masalah di negara sedang berkembang yang sekarang sudah makin sedikit  dipertentangkan adalah sampai seberapa jauh prinsip etik dianggap universal atau pluralistik, berkaitan dengan budaya setempat (culturally relative). Sebenarnya, tantangan yang sekarang dihadapi etik penelitian kesehatan universal adalah penerapan prinsip-prinsip etik penelitian kesehatan universal di dunia multikultural yang menggunakan beraneka-ragam sistem pelayanan kesehatan. KEPK berpendirian bahwa penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian tidak boleh melanggar standar etik universal. Tetapi, pada aspek tertentu (seperti otonomi perorangan dan Persetujuan Sesudah Penjelasan (PSP, Informed Consent) harus memperhitungkan nilai budaya setempat.
Semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian wajib didasarkan pada 3 (tiga) prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons), berbuat baik (beneficence, dalam bahasa Latin bene artinya baik dan fecere artinya membuat), dan keadilan (justice). Secara universal, ketiga prinsip tersebut telah disepakati dan diakui sebagai prinsip dasar etik penelitian yang memiliki kekuatan moral. Sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-jawabkan baik menurut pandangan etik maupun hukum. Ketiga prinsip etik umum tersebut adalah sebagai berikut :
2.3.1.    Prinsip Menghormati Harkat Martabat Manusia
Prinsip ini merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat manusia sebagai pribadi (persona) yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan sekaligus bertanggungjawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Secara mendasar prinsip ini bertujuan:
1.    menghormati otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia yang mampu menalar pilihan pribadinya harus diperlakukan dengan menghormati kemampuannya untuk mengambil keputusan mandiri (self-determination), dan
2.    melindungi manusia yang otonominya terganggu atau kurang, mempersyaratkan bahwa manusia yang berketergantungan (dependent) atau rentan (vulnerable) perlu diberikan perlindungan terhadap kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse).
2.3.2.    Prinsip Etik Berbuat Baik (Beneficence)
Prinsip etik berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal. Diikutsertakannya subyek manusia dalam penelitian kesehatan dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan penelitian yang dilakukan. Prinsip etik berbuat baik, mempersyaratkan bahwa :
1.    risiko penelitian harus wajar (reasonable) dibanding manfaat yang diharapkan,
2.    desain penelitian harus memenuhi persyaratan ilmiah (scientifically sound),
3.    para peneliti mampu melaksanakan penelitian dan sekaligus mampu menjaga kesejahteraan subjek penelitian, dan
4.    diikuti prinsip do no harm  (non maleficence-tidak merugikan), yang menentang sengaja merugikan subjek penelitian.
Prinsip tidak merugikan, menyatakan bahwa jika orang tidak dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat, maka setidak-tidaknya jangan merugikan orang lain. Prinsip tidak merugikan bertujuan agar subyek penelitian tidak diperlakukan sebagai sarana dan memberikan perlindungan terhadap tindakan penyalahgunaan.
2.3.3.    Prinsip Etik Keadilan (Justice)
Prinsip etik keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk memperlakukan setiap orang (sebagai pribadi otonom) sama  dengan moral yang benar dan layak dalam memperoleh haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyangkut keadilan distributif (distributive justice) yang mempersyaratkan pembagian seimbang (equitable), dalam hal beban dan manfaat yang diperoleh subyek dari keikutsertaan dalam penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan, distribusi usia dan gender, status ekonomi, budaya dan konsiderasi etnik. Perbedaan dalam distribusi beban dan manfaat hanya dapat dibenarkan dan  dapat dipertanggungjawabkan, jika didasarkan pada perbedaan yang relevan secara moral antara orang orang yang diikutsertakan. Salah satu perbedaan perlakuan tersebut adalah kerentanan (vulnerability). Kerentanan adalah ketidakmampuan untuk melindungi kepentingan sendiri dan kesulitan memberi PSP, kurangnya kemampuan menentukan pilihan untuk memperoleh pelayanan kesehatan atau keperluan lain yang mahal, atau karena tergolong yang muda atau berkedudukan rendah pada hirarki kelompoknya. Untuk itu, diperlukan ketentuan khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan subjek yang rentan.
Sponsor dan peneliti pada umumnya tidak bertanggung jawab atas perlakuan yang kurang adil di tempat penelitian dilaksanakan. Kegiatan yang dapat memperburuk keadaan, menambah kekurangadilan, atau membantu terciptanya ketidakseimbangan baru harus dihindarkan. Sponsor dan peneliti juga tidak boleh mengambil keuntungan/kesempatan dari ketidakmampuan negara-negara atau daerah penghasilan rendah atau masyarakat yang rentan untuk kepentingan sendiri dengan melaksanakan penelitian yang lebih murah.
Penelitian obat/produk baru tanpa mengikutsertakan negara sedang berkembang akan mengakibatkan tidak diketahuinya profil keamanan dan efektivitas obat/produk tersebut di berbagai populasi/kelompok etnik di negara sedang berkembang. Penyalahgunaan keadaan tertentu dari negara bwerkembang tempat penelitian dilakukan, semata-mata untuk menghindari sistem pengaturan yang rumit di negara industri guna menghasilkan produk yang menguntungkan di pasar negara industri, tidaklah etis.
Pada umumnya, proyek penelitian harus menguntungkan negara-negara dengan penghasilan rendah, atau paling sedikit tidak memperburuk keadaannya. Penelitian harus memperhatikan kebutuhan dan prioritas  kesehatan masyarakat, serta setiap produk yang dihasilkan harus dapat tersedia secara wajar guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat tempat penelitian dilaksanakan  sedapat mungkin memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan melindungi kesehatannya sendiri. 
Keadilan mempersyaratkan bahwa penelitian harus peka terhadap keadaan kesehatan dan kebutuhan subjek yang rentan. Risiko untuk subjek yang rentan paling mudah dapat dipertanggungjawabkan, jika tindakan atau prosedur membawa kemungkinan manfaat langsung untuk kesehatannya. Jika tidak ada keuntungan langsung untuk subjek maka penelitian masih dapat dibenarkan; melihat manfaat yang akan diterima oleh masyarakat dari mana subjek berasal.
2.4         Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
Peran ilmu pengetahuan yang makin menentukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia telah tampak dalam peningkatan jumlah dan juga mutu penelitian kesehatan di Indonesia. Sebagian penelitian kesehatan dapat diselesaikan di laboratorium dengan menggunakan model in-vitro, tetapi sering juga diperlukan model in-vivo dengan menggunakan hewan percobaan dan/atau mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian. Sebagai bangsa yang beradab, kesediaan dan pengorbanan relawan manusia wajib dihargai dan dihormati. Dalam hal ini perlu dikembangkan mekanisme, struktur, dan prosedur yang selalu melindungi kehidupan, kesehatan, kesejahteraan (welfare), keleluasaan pribadi (privacy), dan martabat (dignity) relawan manusia. Untuk keperluan tersebut perlu dibentuk Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) di setiap lembaga yang banyak/sering melaksanakan penelitian kesehatan, dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian atau menggunakan hewan percobaan. KEPK sesudah melakukan penilaian protokol penelitian dengan hasil yang memuaskan harus memberikan persetujuan etik (ethical clearance). Penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian atau menggunakan hewan percobaan, yang dilaksanakan tanpa persetujuan etik adalah pelanggaran berat etik penelitian.
2.4.1    Peran dan fungsi KEPK
1.    Menyampaikan atas permintaan atau atas prakarsa sendiri nasehat dan pandangannya mengenai permasalahan etik penelitian kesehatan kepada pimpinan lembaga.
2.    Menjamin bahwa penelitian kesehatan yang dilaksanakan oleh, di, atau bersama lembaga memenuhi kriteria etik penelitian.
3.    Menjamin bahwa relawan manusia yang diikutsertakan sebagai subjek penelitian dihormati dan dilindungi martabat (dignity), keleluasaan pribadi (privacy), hak-hak, kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraannya.
4.    Menjamin bahwa keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan subjek penelitian tidak pernah akan dikalahkan (override) oleh upaya pencapaian tujuan penelitian bagaimanapun pentingnya.
5.    Menjamin kesejahteraan dan penanganan manusiawi hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian kesehatan.
6.    Menegaskan bahwa etik penelitian akan dilaksanakan atas tiga prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia, berbuat baik, dan keadilan.
7.    Dalam pelaksanaan peran dan fungsinya KEPK memakai sebagai dasar Deklarasi Helsinki dan buku Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.
8.    KEPK melaksanakan fungsinya dengan memberi persetujuan etik (ethical clearance) sesudah melakukan penilaian protokol penelitian yang diketahui pimpinan lembaga.
9.    KEPK tidak berwenang memberi sanksi, tetapi dapat mengusulkan pemberian sanksi kepada pimpinan lembaga. KEPK berhak menarik kembali/membatalkan persetujuan etik yang telah diberikan kalau di kemudian ditemukan pelanggaran selama pelaksanaan penelitian. Pada prinsipnya KEPK menganggap bahwa pemberian sanksi kurang pantas dan lebih mengutamakan mengembangkan suasana keterbukaan dan saling percaya (mutual trust) untuk melakukan pembinaan.   
10.    KEPK bukan komisi penguji atau penilai ilmiah (akademis), tetapi merupakan komisi penilai dan pengambil keputusan tentang kelayakan etis suatu penelitian kesehatan guna mendukung terlaksananya penelitian kesehatan bermutu.
2.5    Persetujuan setelah Penjelasan (PSP/Informed Consent)
Pada semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian, peneliti harus memperoleh Persetujuan setelah Penjelasan (PSP) sukarela dari calon subjek penelitian. Jika subjek penelitian tidak mampu memberi PSP maka persetujuan harus diperoleh dari seorang yang menurut hukum yang berlaku berhak mewakilinya. Tidak diperlukannya PSP (waiver) hanya dibenarkan pada suatu keadaan khusus, dan merupakan suatu perkecualian yang harus disetujui lebih dahulu oleh KEPK.
Izin atau persetujaun dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi dalam penelitian, dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak ditandatangani oleh subyek dan saksinya, disebut informed consent.[1] Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah sebagai berikut :
1.    Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian itu, termasuk penelitian eksperimen.
2.    Penjelasan tentang penelitian.
3.    Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu berpartisipasi dalam penelitian
4.    Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek penelitian, sebagai peserta sukarela penelitian. Setiap prosedur eksperimental perlu dijelaskan.
5.    Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin dialami subyek, jika subyek berpartisipasi dalam enelitian.
6.    Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika subyek berpartisipasi dalam penelitian ini.
7.    Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami resiko dalam penelitian.
8.    Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil pemeriksaan medis sunyek.
9.    Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami masalah yang berhubungan dengan penelitian.
10.    Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyek dapat menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian tersebut.
11.    Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya.
12.    Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan dilaksanakan.
13.    Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang membahayakan subyek dalam penelitian tersebut

2.6     PRINSIP UJI KLINIK
Adapun prinsip uji klinik yang baik, yaitu :
1.    Sesuai prinsip etik deklarasi Helsinki
2.    Pertimbangan resiko atau ketidaknyamanan dan manfaat (manfaat lebih besar daripada resiko)
3.    Hak, keamanan, kesejahteraan untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau masyarakat
4.    Informasi non-klinik memadai
5.    Berlandaskan ilmiah yang kuat dan diuraikan dalam protokol dengan rinci atau jelas
6.    Sesuai dengan protokol yang telah mendapat ethical cleareance
7.    Pelayanan medik
8.    Tanggung jawab dokter atau dokter gigi
9.    Peneliti memenuhi syarat
•    Pendidikan
•    Pelatihan
•    Pengalaman
10.    Ethical clearence
•    Bebas dari tekanan
11.    Informasi direkam, ditangani dan disimpan dilaporkan atau diinterpretasi, diverifikasi secara akurat
12.    Lindungi kerahasiaan subjek
13.    Produk yang diteliti dibuat, ditangani, disimpan sesuai GMP atau CPOB dandigunakan sesuai dengan protokol yang disetujui
14.    Sistem penjaminan mutu


BAB III
PEMBAHASAN


3.1.    Kasus
Di beberapa RS di Inggris, secara rutin dilakukan pengambilan dan penyimpanan organ-organ anak-anak yang diautopsi untuk keperluan penelitian dan pengajaran.
Pengambilan, penyimpanan, pemanfaatan dan pemusnahan organ-organ tersebut ternyata dilakukan di luar pengetahuan dan persetujuan orang tua / keluarga. Koleksi terbesar ditemukan di Alder Hey Children’s Hospital di Liverpool (1988-1995).
Sebagian besar organ-organ tersebut tidak pernah diperiksa secara histopatologi (bahkan banyak diantaranya tidak disentuh sama sekali). Sikap para dokter sangat otoriter dan paternalistic dengan menyatakan bahwa orang tua dan keluarga tidak ingin tahu tentang penyimpanan dan pemanfaatan organ anak tersebut.

3.2.    Aspek Bioetik
Ada tiga aspek bioetik yang mendasari penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia atau dalam kasus ini berupa organ manusia, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons), berbuat baik (beneficence), dan keadilan (justice). Secara universal, ketiga prinsip tersebut telah disepakati dan diakui sebagai prinsip dasar etik penelitian yang memiliki kekuatan moral. Sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-jawabkan baik menurut pandangan etik maupun hukum.
Prinsip yang paling tidak diperhatikan dalam kasus ini adalah prinsip untuk menghormati harkat martabat manusia. Prinsip ini merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan sekaligus bertanggungjawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Secara mendasar prinsip ini bertujuan untuk menghormati otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia yang mampu menalar pilihan pribadinya harus diperlakukan dengan menghormati kemampuannya untuk mengambil keputusan mandiri (self-determination), dan melindungi manusia yang otonominya terganggu atau kurang, mempersyaratkan bahwa manusia yang berketergantungan (dependent) atau rentan (vulnerable) perlu diberikan perlindungan terhadap kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse). Dalam kasus ini, anak-anak merupakan salah satu dari vulnerable group atau golongan yang rentan untuk dijadikan subjek penelitian selain dari wanita hamil dan menyusui, narapidana, mahasiswa, tentara, serta penderita kelainan jiwa.
Sesuai dengan Nuremberg Code (1947) dan Universal Declaration of Human Rights (1948) yang telah lahir terlebih dahulu sebelum kasus ini bermula, dan menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat menjadi subjek dari penelitian ilmiah atau eksperimen tanpa adanya suatau persetujuan terlebih dahulu. Dalam kasus ini, dokter dan tenaga medis lainnya dengan leluasa menggunakan organ anak-anak hasil autopsi tersebut tanpa sepengetahuan pihak keluarga. Hal tersebut merupakan pelanggaran dari hak asasi seseorang terhadap martabatnya untuk menentukan sikap dan mengambil keputusan sendiri.
Hal yang seharusnya dilakukan adalah dengan memberikan informed concern yang berisi ijin dari seseorang (atau yang mewakilinya, dalam kasus adalah orang tua) untuk diikutkan/berpartisipasi dalam suatu proyek penelitian ilmiah. Dalam informed concern tersebut juga disebutkan tujuan, manfaat, dan resiko yang akan diterima oleh calon subjek penelitian agar yang bersangkutan dapat menimbang-nimbang terlebih dahulu sebelum bergabung dalam penelitian ilmiah tersebut.
Deklarasi Helsinki pun yang menjadi acuan etik dalam suatu penelitian ilmiah ikut memberikan masukan bagi kasus ini. Disebutkan bahwa semua protokol penelitian yang menyangkut manusia, harus ditinjau dahulu oleh suatu Komisi khusus untuk dipertimbangkan, diberi komentar dan mendapatkan pengarahan (consideration, comments and guidance) selain itu pada protokol juga harus dicantumkan adanya pertimbangan etik. Maka seharusnya sebelum suatu penelitian berlangsung harus ditinjau dahulu oleh suatu komisi khusus, agar seluruh prosedur dapat berjalan dengan baik dengan tanpa melanggar batas-batas etik.

3.3    Aspek Medikolegal
PP No. 18 tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
PASAL I
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a.    Bedah mayat klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian dan untuk penilaian hasil usaha pemulihan kesehatan;
b.    Bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran;
Aspek mengenai hal ini terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan , yaitu ;
PASAL 70
1.    Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tanaga kesehatan.
2.    Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
3.    Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3.4 Aspek Etik Islam
Islam adalah agama yang begitu menghormati manusia baik dia hidup maupun sesudah ia mati. Yang dapat dilihat pada ayat-ayat dan hadis berikut.
Q.S : Bani Israil : 70
ﻭ ﻠﻘﺩ ﮎﺮﻣﻧﺎ ﺒﻧﻲﺍﺩﻢ
Arti:
“Sesungguhnya Kami memuliakan anak Adam (manusia)”

Nabi SAW bersabda
ﺍﺬﺍﺮﺍﻴﺘﻢﺍﻠﺣﻧﺎﺯﺓﻓﻘﻭﻣﻭﺍﻠﻬﺎ
Arti :
“Bila kamu melihat jenazah , maka berdirilah”
 (Riwayat Jama’ah selain Ibnu Majah dari Abi Sa’id, Kitab Almutaqa, juz II, hal 96)

ﺴﺮ ﻋﻅﻢ ﺍﻠﻣﻳﺕ  ﻜﮑﺴﺮﻋﻈﻡ ﺍﻠﺣﻲ ﻓﻲ ﺍﻹﺛﻡ   
Arti:
“Memecah tulang orang mati dianggap seperti memecahkan tulang orang hidup dalam hal dosanya.” (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah)
    Namun kepentingan orang hidup harus didahulukan terhadap kepentingan orang mati. Dalam keadaan darurat kita diberi Allah rukhsah (keringanan) untuk melakukan yang dilarang.
Q.S An-Nahl : 115

ﺍﻧﻣﺎ ﺣﺮﻢ ﻋﻠﻳﮑﻢﺍﻠﻣﻳﺘﺔ ﻭﺍﻠﺩ ﻢ ﻭﻠﺣﻢ ﺍﻠﺧﻧﺰﻴﺭﻭﻣﺎ ﺍﻫﻞ ﻠﻌﻳﺭﺍﷲ ﺒﻪ ﻓﻣﻦﺍﺼﻂﺭﻏﻳﺭﺒﺎﻍ ﻭﻻﻋﺎﺪ ﻓﺎﻦﺍﷲ ﻏﻔﻭﺭ ﺭﺣﻳﻢ
Arti :
“Diharamkan Allah atasmu bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih tidak atas nama Allah. Barang siapa yang terpaksa dengan tidak berniat jahat dan tidak mlebihi batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang”

Fiqh

ﻮﺇﻥ ﺑﻠﻊﺍﻠﻤﻳﺕ ﺟﻮﻫﺮﺓ ﻠﻐﻳﺮﻩ ﻮﻤﺎﺕ ﻮﻁﺎﻠﺏ ﺼﺎﺤﺑﻬﺎ ﺸﻖ ﺟﻮﻔﻪ ﻮﺮﺪﺕﺍﻠﺠﻮﻫﺮﺓ ﻮﺇﻥ ﻜﺎﻨﺕ ﺍﻠﺠﻮﻫﺮﺓ ﻠﻪ ﻓﻔﻳﻪ ﻮﺠﻬﺎﻦ ﺃﺤﺩﻫﻤﺎ ﻳﺸﻖ ﻷﻨﻬﺎ ﻠﻠﻮﺮﺛﺔ

Arti :
“Mayat yang semasa hidupnya menelan permata milik orang lain, dan pemiliknya meminta permata itu, harus dibedah perutnya dan dikembalikan permata itu kepada pemiliknya. Dan jika permata itu milik si mayat sendiri,boleh dibedah dan boleh tidak , karena permata itu adalah milik ahli waris”


ﻭﺍﻠﺣﺎ ﻤﻞ ﺇﺬ ﺍﻤﺎﺖ ﻭﻔﻲ ﺑﻂﻧﻬﺎ ﻭﻠﺩ ﺤﻲ ﺸﻕ ﺑﻂﻧﻬﺎﻋﻨﺩﺃﺑﻲ ﺤﻧﻴﻓﺔ ﻮﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻮﻗﻞ ﺃﺤﻤﺩ׃ﻻﻳﺸﻕ وﻋﻥ ﻤﺎﻠﻚ ﺮوﺍﻳﺗﺎﻥ ﻛﺎﻠﻤﺬﻫﺑﻳﻥ 

Arti :
“Orang hamil yang meninggal sedang dalam kandungannya, ada bayi yang masih hidup harus dibedah perutnya ( untuk menyelamatkan bayinya ). Menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi’i. Menurut Imam Malik, boleh dibedah, boleh tidak, sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hambal tidak boleh dibedah ( wanita hamil yang meninggal harus dibedah untuk menyelamatkan bayinya yang masih diharapkan hidup )”


BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan konsep baru upaya kesehatan dilaksanakan dengan sistem kesehatan berdasarkan pengetahuan (knowledge based health systems). Perubahan fundamental tersebut mengakibatkan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek memegang peran, yang makin menentukan dalam penyusunan kebijakan dalam pembangunan kesehatan dan implementasinya. Agar suatu penelitian kesehatan tersebut sesuai dengan kaidah etik yang berlaku maka diperlukannya suatu aturan yang mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia yang digunakan sebagai subjek penelitian.
Pada kasus ini, pengambilan organ di Inggris merupakan tindakan yang menyimpang dari bioetik, medikolegal, dan etik islam. Dalam aspek bioetik, kasus ini telah menyimpang dari beberapa deklatasi Internasional, diantaranya : Nuremberg Code (1947), Universal Declaration of Human Rights (1948), dan Deklarasi Helsinki (1964).
Dalam pandangan islam, pengambilan organ manusia yang telah meninggal hukumnya mubah (boleh) dilakukan jika keadaan terdesak karena kepentingan orang meninggal lebih diutamakan dibandingkan orang yang masih hidup.
Pengambilan organ ini seharusnya sesuai dengan bioetik dan berdasarkan prosedur yang berlaku. Semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia atau dalam kasus ini berupa organ manusia sebagai subjek penelitian wajib didasarkan pada 3 (tiga) prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons), berbuat baik (beneficence), dan keadilan (justice). Peneliti harus memberikan informed concern kepada calon subjek penelitian (atau wali, dalam kasus ini orang tuanya) tentang penelitian yang akan dilakukan pada organ dimaksud, setelah sebelumnya diberikan etnical clereance atau izin etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK). Komisi ini akan memberikan pertimbangan, komentar dan pengarahan (consideration, comments and guidance) terhadap prosedur penelitian yang akan dilaksanakan. Hasil dari penelitian ini harus bermanfaat bagi masyarakat luas dan mendatangkan resiko yang jauh lebih sedikit dari manfaatnya, sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-jawabkan baik menurut pandangan etik maupun hukum.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.litbang.depkes.go.id/ethics/etika%20penelitian%20kesehatan.pdf
http://125.160.76.194/data/pedoman_nasional_knepk_2004.doc
Microsoft ® Encarta ® 2007. © 1993-2006 Microsoft Corporation. All rights reserved.
http://www.cioms.ch
http:// www.litbang.depkes.go.id/ethics/knepk/kegiatan/LAP%20RAKER1.pdf
PEDOMAN ETIK INTERNASIONAL UNTUK PENELITIAN BIOMEDIK YANG MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA oleh Dewan Organisasi Ilmu-ilmu Kedokteran Internasional (CIOMS) bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)