BAB II:
NENEK MOYANG KITA BERASAL DARI JAGAD RAYA
NENEK MOYANG KITA BERASAL DARI JAGAD RAYA
Mula pertama, yang ada hanyalah ruangan kosong; tidak ada malam dan tidak ada siang, tidak ada daratan dan tidak ada lautan, tidak ada matahari dan tidak ada langit. Yang ada hanyalah suatu kehampaan besar, yang sunyi senyap. Waktu berlalu tersu tanpa terukur.....Kemudian kehampaan itu mulai bergerak, dan merobah diri menjadi “Po”. Semuanya gelap, kegelapan yang pekat. Kemudian lagi “Po” itu sendiri mulai berputar. berobah. Sesuatu, yang baru itu, seperti pasir, dan pasir itu berobah menjadi bumi yang keras, dan bumi itu membesar. Akhirnya terwujudlah “Papa”, ibu dari bumi; dia meluas dan menjadi daratan besar....Di dalam airnya terdapat tumbuh-tumbuhan, binatang dan ikan, dan mereka semua mengembang-biak. Hanya manusialah, yang tidak ada. Selanjutnya “Tangaloa” menciptakan “Tiki”, yang merupakan nenek moyang kita.....’
Demikianlah ceritera mengenai terciptanya dunia, yang diuraikan oleh seorang laki-laki tua, Te-Jha-A-Te-Pange, yang menjadi penghuni pulau Raroia, dalam kelompok kepulauan Tuamotu, kira-kira sejauh 450 mil di sebelah Timur-Laut pulau Tahiti.
Lima Daya Kemanusiaan
Munculnya seorang manusia di dunia selalu menimbulkan sejumlah pertanyaan tertentu, misalnya: Kapankah dia datang, dan bagaimanakah rupanya?” Menentukan tanggal kedatangannya adalah sulit, akan tetapi ada sangat banyak teori mengenai bentuk-rupa nenek moyang kita.
Seorang pengkhayal Amerika, Edgar Cayce, mengatakan bahwa manusia mewujudkan dirinya dalam “lima persyaratan”, yaitu: lima indera, lima akal, lima lingkungan, lima perkembangan, lima bangsa. Cayce tidak dapat memberi keterangan yang jelas mengenai gagasan dan makna, yang tersembunyi di belakang rumus yang tak jelas itu. Akan tetapi ketika ditanyakan kepadanya, bagaimana lima bangsa itu muncul, dia menjawab:
“Mereka semua muncul pada waktu yang bersamaan.”
Tigapuluh tahun kemudian pendapat Cayce dibenarkan oleh Carleton S. Coon, seorang Profesor di bidang Antropologi di Museum Universitas Pennyslvania. Carleton menyatakan sbb: “Kira-kira 500.000 tahun yang lalu, umat manusia dibagi dalam lima bangsa atau lima jenis; dan lima bangsa itu masing-masing brkembang terlepas satu sama lain. ‘Homo erectus’ menjadi ‘homo sapiens’ bukan hanya satu kali, melainkan lima kali,
pada tingkatan, ketika masing-masing bangsa menyeberangi ambang-pintu kecerdasan.
Mungkin ada jarak-waktu 200.000 tahun antara waktu menjadi cerdasnya bangsa yang pertama dan saat bangsa yang ke lima dapat mencapai tingkat-kecerdasan itu”.
Kerangka Manusia, Yang Berukuran Lebih Daripada 16 Kaki.
Menurut beberapa orang teman sekerja Professor Coon, maka bangsa, yang pertama kali hidup di dunia ini, merupakan suatu bangsa raksasa. Untuk memperkuat dasar pendapat mereka, para penyelidik ilmiah itu menunjuk kembali kepada penermuan kerangka-kerangka manusia, yang berukuran tidak lumrah.
Mengapakah mereka demikian besar? Menurut sarjana-sarjana tertentu, beberapa buah satelit, yang kira-kira 300.000 tahun yang lalu mengorbit bumi kita, telah mendekati planit kita, dan mengeluarkan daya tarik yang kuat, yang banyak mengurangi tenaga gaya berat bumi. Keadaan itu menimbulkan suatu pembesaran pada manusia, hal mana dapat merupakan penjelasan tentang diketemukannya kerangka manusia yang berukuran hampir 17 kaki, yang diketemukan di Gargayan, sebuah propinsi di Pilipina bagian Utara. Di Cina bagian Selatan, juga diketemukan bagian-bagian kerangka manusia, yang berukuran hampir 10 kaki.
Banjir taufan Prasejarah.
Mengenai hal ini, Michel Cargese menulis sebagai berikut; “Sebagai penyelidik angkasa luar, teleskop yang besar-besar dan satelit-satelit buatan telah memenuhi kewajiban masing-masing dengan baik. Baru-baru ini alat-alat itu telah menguatkan suatu hukum ilmu gaya, yang diketemukan oleh Roche, seorang Perancis, dalam tahun 1850.
Hukum itu menyatakan, bahwa ‘sebuah satelit alam dengan aman dapat mendekati induk planitnya sampai pada jarak 2 3/4 x garis tengahnya sendiri; pendekatan sampai pada jarak yang lebih pendek lagi, dapat menimbulkan bencana’. Hukum itu telah dapat diterapkan dalam persoalan sebuah satelit yang berputaran mengelilingi planit Merkurius, dan kita dapat meramalkan dengan pasti, bahwa satelit-satelitnya planit Mars telah mendekati saat-saat terakhirnya, sebab kini mereka sudah berada pada jarak 2,767 x garis tengah mereka dari induk planit. Bulan kita masih mempunyai waktu hidup yang cukup lama, karena kini masih berada pada jarak 170 x garis tengahnya dari bumi kita. Namun, walaupun demikian, Mr. Danjon, Direktur Observatori Paris, berpendapat, bahwa sewaktu-waktu bulan dapat membentur bumi, atau terbang pergi meninggalkan bumi ke dalam ruang angkasa.
Menurut riwayat kuno, nenek moyang kita dahulu kala termasuk dalam golongan orang- orang, yang tidak menjadi korban bencana banjir taufan yang diakibatkan oleh benturan antara sebuah satelit dengan bumi kita.
Satelit itu mengelilingi bumi kita hanya pada jarak beberapa kali garis tengahnya, dan mengeluarkan daya tarik sangat kuat, yang merupakan faktor menentukan dalam soal membesarnya alam dan manusia, yang memungkinkan tumbuhnya manusia sampai berukuran lebih daripada 13 kaki”.
Apakah Nenek moyang Kita Merupakan Bangsa Raksasa?
Karena tarikan gaya berat bumi relatif lemah, maka benda-benda menjadi jauh lebih ringan, dan bagi semua organisme, irama perputaran darah dipermudah dan rasa lelah menjadi berkurang. Keadaan itu memungkinkan manusia mempunyai umur yang sangat panjang. Dia mempunyai otak yang lebih maju dan mempunyai kecakapan-kecakapan tertentu, sehingga dia dapat memperoleh kebijaksanaan dan pengetahuan, yang berlainan dengan kita.
Pembangunan kota-kota “raksasa” dan pengangkutan batu-batu besar, yang beratnya ribuan ton di machu Picchu, di Baalbek, di Gizeh, dan di lain-lain tempat dapat sekaligus difahami dengan adanya orang-orang, yang bertenaga sangat besar, dan adanya ilmu pengetahuan mereka.
Patung-patung, yang berukuran 22 kaki atau lebih, diketemukan di tempat-tempat tertentu di bumi kita ini, di Peru, di kepulauan Marquesas dan di tempat-tempat lain. Mungkin patung-patung itu dibuat menurut ukuran orang yang sebenarnya pada waktu itu, atau mungkin juga dibuat sebagai tanda bakti mereka kepada nenek moyang, yang berukuran besar.
Persesuaian Antara Ilmu Pengetahuan Dan Ceritera purbakala
Untuk menguatkan pendapatnya, Michel Cargese menggunakan sebagai contoh sebuah bengkel alat kerja pra sejarah, yang berumur 300.000 tahun, dan diketemukan di Agadir (Morocco). Di antara benda-benda, yang diketemukan itu, terdapat alat-alat kerja tangan. Dan, percaya boleh dan tidak percayapun terserah, masing-masing alat kerja tangan itu beratnya 8 kg, dan hanya dapat digunakan oleh tangan-tangan besar, yang hanya mungkin dimiliki oleh orang yang berukuran tinggi badan 16 kaki!
Michel Cargese menulis sebagai berikut: “Tidaklah merupakan suatu hal yang tergesa-gesa untuk menyimpulkan, sesuai dengan mitologi, bahwa suatu bangsa, yang terdiri dari raksasa-raksasa, benar-benar telah menginjakkan kaki di bumi kita ini pada jaman 300.000 tahun yang lalu menurut perhitungan para akhli teknik kita.
Segala sesuatunya menguatkan pendapat, bahwa dahulu kala ada sebuah bulan lain, yang mendahului bulan kita, yang menyebabkan timbulnya raksasa-raksasa itu. Kehilangan berat karena tarikan satelit itu (bulan lain itu), maka mereka tumbuh menurut keadaan alam pada waktu itu. Dan kemudian terjadilah bencana yang dahsyat; bulan yang lain itu ke luar dari jalan orbitannya, dan menghantam bumi kita. Sebuah benua terkena banjir besar keseluruhannya; poros kutub berobah kedudukannya, dan dengan sendirinya berobahlah juga seluruh keadaan geografi bumi kita. Para ‘raksasa’, yang tidak menjadi korban bencana dahsyat itu, menjadi lemah dan merosot sifat dan tabiatnya. Mereka tidak kuat lagi membawa tubuh mereka yang sangat besar itu, dan lambat laun mereka hilang karena keadaan alam, diganti oleh manusia yang lebih kecil, yang lebih sesuai dengan keadaan bumi, Bumi kita tinggal mempunyai bulan, yang kini masih ada, yang daya tariknya jauh lebih kecil daripada bulan yang telah hancur.”
Michel Cargese menulis sebagai berikut: “Tidaklah merupakan suatu hal yang tergesa-gesa untuk menyimpulkan, sesuai dengan mitologi, bahwa suatu bangsa, yang terdiri dari raksasa-raksasa, benar-benar telah menginjakkan kaki di bumi kita ini pada jaman 300.000 tahun yang lalu menurut perhitungan para akhli teknik kita.
Segala sesuatunya menguatkan pendapat, bahwa dahulu kala ada sebuah bulan lain, yang mendahului bulan kita, yang menyebabkan timbulnya raksasa-raksasa itu. Kehilangan berat karena tarikan satelit itu (bulan lain itu), maka mereka tumbuh menurut keadaan alam pada waktu itu. Dan kemudian terjadilah bencana yang dahsyat; bulan yang lain itu ke luar dari jalan orbitannya, dan menghantam bumi kita. Sebuah benua terkena banjir besar keseluruhannya; poros kutub berobah kedudukannya, dan dengan sendirinya berobahlah juga seluruh keadaan geografi bumi kita. Para ‘raksasa’, yang tidak menjadi korban bencana dahsyat itu, menjadi lemah dan merosot sifat dan tabiatnya. Mereka tidak kuat lagi membawa tubuh mereka yang sangat besar itu, dan lambat laun mereka hilang karena keadaan alam, diganti oleh manusia yang lebih kecil, yang lebih sesuai dengan keadaan bumi, Bumi kita tinggal mempunyai bulan, yang kini masih ada, yang daya tariknya jauh lebih kecil daripada bulan yang telah hancur.”
Satu Milyard Alam dunia
Professor Robert Tocquet mengemukakan suatu teori lain, untuk menjelaskan adanyabangsa “raksasa” itu. Ada banyak petunjuk, yang membuat kita berkesimpulan, bahwa lain-lain planit juga
berpenghuni. Dalam bukunya “La Vie sur les planetes” (= Kehidupan di planit), Professor Tocquet menulis sebagai berikut:
“Kalau kita ingat, bahwa galaksi kita (galaksi=kelompok bintang, yang terdiri dari ratusan milyard bintang) hanyalah merupakan satu di antara kira-kira 100 milyard galaksi, dan bahwa tiap galaksi terdiri dari bermilyard-milyard tata surya, maka kita terpaksa harus mengakui, bahwa amat sangat besarlah adanya kemungkinan kehidupan dalam ribuan milard tata surya itu”.
Professor Tocquet selanjutnya malahan berpendapat, bahwa di planit Mars hidup makhluk-makhluk yang berakal, dan menulis sebagai berikut: “Kalau mereka ada, maka mereka pasti telah membuat perlindungan badi diri mereka terhadap menghilangnya secara perlahan-lahan air dan oxigen, yang tadinya cukup banyak juga di Mars. Perlindungan itu dapat mereka adakan dengan jalan membangun kota di bawah tanah, disertai dengan pengaturan, agar udara di atasnya mempunyai tekanan, kelembaban dan temperatur, yang cocok dengan kebutuhan mereka. Akan tetapi, ada juga kemungkinan, bahwa mereka untuk sebagian atau untuk keseluruhannya dapat menyesuaikan diri pada udara yang menipis, karena adanya perubahan dan perkembangan pada sistim pernapasan serta peredaran darah mereka.”
“Saya mengakui Sepenuhnya, Tentang Kemungkinan Adanya
Otak dan Kecerdasan Dari Angkasa luar”.
Otak dan Kecerdasan Dari Angkasa luar”.
Sarjana-sarjana asing tertentu mempunyai teori, yang sama dengan teori professor Perancis itu. Professor Hermann Oberth, seorang pelopor ilmu pengetahuan modern tentang ruang angkasa dan seorang guru dari von Braun, menyatakan sebagai berikut:
“Saya kira, bahwa hampir 40% dari keseluruhan jumlah bintang mempunyai planitnya masing-masing, dan bahwa kehidupan berakal terdapat di beberapat planit itu. Sebenarnya, pendapat itulah yang merupakan sebab utama, mengapa saya sejak lama sudah tertarik pada soal-soal ruang angkasa”.
Allen Hynek, seorang akhli di bidang UFO-logi, yang kini bekerja untuk NASA (NASA adalah suatu badan resmi Amerika Serikat, yang menggarap segala macam persoalan angkasa luar), dan sedang menyelidiki persoalan UFOs, dalam suatu wawancara di Paris dalam bulan Maret 1968, menguatkan pendapat Professor Oberth. Wawancara itu berlangsung sebagai berikut:
“Saya kira, bahwa hampir 40% dari keseluruhan jumlah bintang mempunyai planitnya masing-masing, dan bahwa kehidupan berakal terdapat di beberapat planit itu. Sebenarnya, pendapat itulah yang merupakan sebab utama, mengapa saya sejak lama sudah tertarik pada soal-soal ruang angkasa”.
Allen Hynek, seorang akhli di bidang UFO-logi, yang kini bekerja untuk NASA (NASA adalah suatu badan resmi Amerika Serikat, yang menggarap segala macam persoalan angkasa luar), dan sedang menyelidiki persoalan UFOs, dalam suatu wawancara di Paris dalam bulan Maret 1968, menguatkan pendapat Professor Oberth. Wawancara itu berlangsung sebagai berikut:
Pertanyaan:
Berapa prosenkah dari keseluruhan jumlah tata surya yang ada, yang mungkin
mempunyai kehidupan?
Jawaban:
Ketika saya masih menjadi mahasiswa, maka dianggaplah sebagai sesuatu lelucon kalau kita menyatakan, bahwa ada kemungkinan terdapatnya kehidupan di planit lain. Akan tetapi dengan adanya teori-teori modern mengenai evolusi di bidang perbintangan, maka, setidak-tidaknya bagi sebagian besar bintang-bintang, suatu tata surya kelihatannya dapat terbentuk karena adanya suatu proses pertumbuhan alam. Untuk mempertahankan pendapat, bahwa bintang kita, yaitu matahari, merupakan satu-satunya bintang yang mempunyai planit-planitnya, adalah sama saja dengan mengatakan, bahwa kucing kita adalah merupakan satu-satunya kucing yang dapat melahirkan anak kucing. Dilihat dari sudut pandangan seorang akhli perbintangan, maka pendapat, bahwa tata surya kita merupakan satu-satunya yang ada, adalah merupakan suatu faham yang sempit. Di sekitar tiap bintang pasti terdapat suatu “daerah beriklim sedang”, di mana keadaannya memungkinkan adanya kehidupan.
Pertanyaan:
Apakah sudah masuk dalam perhitungan ilmu pengetahuan sekarang, tentang adanya kemungkinan kunjungan makhluk angkasa luar, yang mempunyai peradaban lebih tinggi?
Jawaban:
Tentulah persoalan adanya kemungkinan itu sudah masuk dalam pemikiran kami. Sebagai seorang akhli perbintangan, saya dapat menerima dengan tegas tentang kemungkinan adanya peradaban lain dalam lingkungan galaksi kita. Akan tetapi, persoalan alat pengangkutan untuk dapat mencapai tempat mereka, berada di luar kemampuan pengetahuan saya. Bagaimanapun juga, saya mengakui sepenuhnya adanya kemungkinan, tentang terdapatnya makhluk angkasa luar, yang cerdas dan berakal.
Bintang Yang Membunuh Dinosaurus
Dinosaurus merupakan binatang raksasa prasejarah, yang paling kita ketahui, dan karenanya, kita seharusnya menyelidiki persoalan musnahnya binatang-binatang itu, dan juga menyelidiki apa hubungannya kemusnahan itu dengan lenyapnya manusia raksasa. Ada beberapa teori mengenai persoalan itu. Apakah kemusnahan itu disebabkan karena adanya perubahan iklim? Tidak demikianlah kiranya, sebab perubahan iklim tidak akan dapat memusnahkan sepenuhnya kelompok binatang yang demikian kuatnya.
Mungkinkah mereka itu dibinasakan oleh manusia, yang sudah lebih tinggi peradabannya? Itupun tidak mungkin, sebab untuk itu akan dibutuhkan persenjataan yang kuat, sedang jejak atau bekas persenjataan yang demikian itu tidak ada sama sekali.
Menurut sarjana-sarjana tertentu, sebuah bintang, sebuah “supernova”, diduga telah meledak (sebuah “supernova” adalah sebuah bintang, yang tadinya tidak kelihatan dan kemudian dengan tiba-tiba bersinar sangat terang, untuk kemudian menyusut). Ledakan itu diperkirakan menimbulkan membesarnya kekuatan radiasi dari ruang angkasa, yang selanjutnya mengakibatkan binasanya dinosaurus. Sebenarnya, jejak tentang pecahnya sebuah bintang 50.000 tahun yang lalu, telah diketemukan di ruang angkasa oleh seorang akhli perbintangan Inggris, Hanbury Brown. Hipotese itu telah dikuatkan oleh dua orang sarjana Rusia, V.I. Krasovku dan I.S. Chklouski, dan juga oleh seorang sarjana Jerman, Richter.
Penulis Perancis, Jacques Bergier, mengemukakan suatu unsur baru, yang dia uraikan dalam tahun 1957 melalui siaran televisi Perancis, yang dilakukan oleh Louis Pauwels. Dia menyatakan sebagai berikut: “Bintang, yang membunuh dinosaurus, adalah merupakan suatu kejadian buatan, yang dimaksudkan untuk mengacaukan proses evolusi yang menuju keperkembangan perbaikan otak dan daya pikir”.
Teori itu juga sudah masuk dalam gagasan para akhli terbesar jaman sekarang. Dalam hubungan itu, Chklouski menganggap, bahwa benda-benda ruang angkasa, yang hingga kini belum dapat dijelaskan, merupakan perwujudan dari kegiatan biologis dan dari adanya ilmu pengetahuan, yang lebih tinggi di planit lain. Itu semua, sedikit banyak, ada hubungannya dengan kemungkinan adanya makhluk, yang mempunyai kecerdasan dan ilmu pengetahuan tinggi, yang mungkin mempengaruhi evolusi pada bangsa manusia dari jarak jauh.
Teori itu juga sudah masuk dalam gagasan para akhli terbesar jaman sekarang. Dalam hubungan itu, Chklouski menganggap, bahwa benda-benda ruang angkasa, yang hingga kini belum dapat dijelaskan, merupakan perwujudan dari kegiatan biologis dan dari adanya ilmu pengetahuan, yang lebih tinggi di planit lain. Itu semua, sedikit banyak, ada hubungannya dengan kemungkinan adanya makhluk, yang mempunyai kecerdasan dan ilmu pengetahuan tinggi, yang mungkin mempengaruhi evolusi pada bangsa manusia dari jarak jauh.
Suatu Permusyawaratan Dalam Tahun 50.722 Sebelum Masehi
Menurut Edgar Cayce, sarjana Amerika yang telah kita kenal, manusia sendirilah, yang tidak dapat lagi membiarkan adanya binatang-binatang yang mengerikan itu, dan yang kemudian membinasakannya semua dengan suatu sinar kematian. Keputusan untuk membinasakan itu diperkirakan telah dibuat pada waktu diadakannya suatu permusyawaratan dunia dalam tahun 50.722 sebelum masehi.
“Ketika hal itu sangat dibutuhkan, maka para penduduk dari berbagai bagian di bumi ini menjadi sadar akan adanya bahaya, dan mencari jalan untuk menghalau ancaman bahaya itu. Dibicarakan dan dipertimbangkanlah kemungkinan-kemungkinan untuk membatasi atau merubah daerah, yang dibutuhkan oleh binatang-binatang itu, dan juga kemungkinan-kemungkinan untuk menghancurkan kebutuhan hidup mereka di daerah khusus, yang mereka duduki pada waktu itu. Dan semuanya itu tadi dilakukan dengan cara, yang kira-kira sama seperti kalau berbagai induk paberik mengeluarkan apa yang dapat kita sebut sekarang sebagai suatu sinar kematian”.
Si Manusia Dengan Kepala Dari Besi.
Kolonel James Churchward, yang terkenal karena penyelidikannya mengenai benua MU yang hilang, yang tenggelam di Laut Pasifik, menceriterakan dengan panjang lebar suatu corak lain dari ceritera kuno tentang Burung Petir sebagai berikut: Orang-orang indian ‘Hiden’, suku bangsa yang hidup di kepulauan Queen Charlotte, memiliki sebuah benda keramat, yang paling indah di dunia. Sebuah tiang, yang di atasnya terdapat semacam burung rajawali, yang disebut Burung Petir. Disusul kemudian oleh seekor ikan, yang disebut ‘Ikan Paus Pembunuh’, Antara kepala dan ekor ikan itu terlihat seorang manusia, yang disebut Manusia dengan Kepala Besi. Manusia itu sedang hendak melepaskan sebuah anak panah ke lambung ikan pausnya.
Seorang tua dari suku bangsa itu menjelaskan kapada saya, bahwa Burung Petir menggambarkan Sng Pencipta, yang mempunyai pandang mata seperti kilat, dan pukulan sayapnya terdengar seperti petir. Manusia dengan kepala besi itu merupakan orang kesayangan para Dewa, dan pada waktu terjadinya bencana banjir besar dia dijadikan seekor ikan salem dengan kepala besi.
Selama terjadinya banjir, manusia yang telah dijadikan ikan itu, hidup dalam air di sungai Minish. Dia mengumpulkan dahan untuk membuat suatu tempat berteduh bagi dirinya sendiri, akan tetapi dia banyak kekurangan “bahan bangunan”, sehingga dia tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Pada saat itulah Burung Petir muncul di depannya, membuka kedoknya dan berkata:’Saya adalah seorang manusia seperti anda, dan untuk menolong anda, saya akan tetap tinggal bersama anda, agar anda mampu menemukan suatu suku bangsa, dan saya akan melindungi anda’. Dan kemudian, di tengah-tengah suara guntur yang memekakkan telinga, si manusia ikan yang berkepala besi itu melihat prajurit-prajurit bermunculan, yang semuanya bersenjata lengkap. Dan para prajurit itu adalah ayah-ayah bangsa kita.
Selama terjadinya banjir, manusia yang telah dijadikan ikan itu, hidup dalam air di sungai Minish. Dia mengumpulkan dahan untuk membuat suatu tempat berteduh bagi dirinya sendiri, akan tetapi dia banyak kekurangan “bahan bangunan”, sehingga dia tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Pada saat itulah Burung Petir muncul di depannya, membuka kedoknya dan berkata:’Saya adalah seorang manusia seperti anda, dan untuk menolong anda, saya akan tetap tinggal bersama anda, agar anda mampu menemukan suatu suku bangsa, dan saya akan melindungi anda’. Dan kemudian, di tengah-tengah suara guntur yang memekakkan telinga, si manusia ikan yang berkepala besi itu melihat prajurit-prajurit bermunculan, yang semuanya bersenjata lengkap. Dan para prajurit itu adalah ayah-ayah bangsa kita.
716 Buah Cakram Batu Yang Berumur 12.000 Tahun
Di ujung lain dari dunia, di perbatasan antara Tibet dan Cina, seorang Jerman akhli purbakala, telah menemukan 716 buah cakram dari batu di dalam gua-gua dari pegunungan Bayan-Kara Ula. Benda-benda itu penuh dengan gambaran lambang-lambang dan tulisan-tulisan yang tak dapat dipecahkan artinya, kelihatannya telah berumur ribuan tahun; di tengah-tengahnya terdapat lubang yang menembus, seperti sebuah piringan hitam, dan terukir garis-garis berbentuk spiral dari tepi menuju ke tengah-tengahnya cakram.
Dapatkah itu dianggap sebagai suatu bukti penuh tentang benarnya ceritera-ceritera kuno mengenai Burung Petir, atau setidak-tidaknya, bahwa bumi kita ini pada jaman dahulu telah dikunjungi oleh kapal-kapal ruang angkasa?
Wartawan ilmiah dari surat kabar Berlin “Das Vegetarische Universum” (“=JagadTumbuh-tumbuhan”), mengenai penemuan itu, membuat ulasan sebagai berikut: “Celah-celah berbentuk spiral itu merupakan hal, yang paling aneh, mengenai tulisan Cina. Banyak akhli mencoba untuk memecahkan artinya. Hanya para akhli purbakala bangsa Cina sajalah, yang dapat mencapai suatu hasil, dan hasilnya adalah demikian mengejutkan, sehingga Akademi Prasejarah Peking mula-mula melarang pengumumannya. Setelah pengumuman diijinkan, si professor, yang telah memimpin penyelidikan, beserta empat orang pembantunya menggunakan judul ‘Tulisan-tulisannya menunjuk kembali pada kapal-kapal ruang angkasa, yang sebagaimana tertulis pada cakram-cakram itu, ada pada jaman 12.000 tahun yang lalu’.
Gua-gua di pegunungan Bayan Kara Ula dihuni oleh orang-orang dari suku bangsa Hamdan suku bangsa Dropa. Mereka merupakan orang, yang berukuran kecil dan menderita semacam penyakit tulang; hingga kini, semua usaha untuk menggolong-golongkan mereka berdasarkan etnologi, tidak ada yang berhasil. Beberapa tulisan kuno mengenai suku bangsa Ham dan Dropa telah dapat dipecahkan artinya, dan apa yang dapat kami kumpulkan adalah sebagai berikut: “Bangsa Dropa berasal dari awan, dalam kapal. Orang-orang kami, laki-laki, perempuan dan anak-anak, bersembunyi dalam gua-gua besar. Kemudian mereka mengerti dari gerakan-gerakan tangan, yang dibuat oleh bangsa Dropa, bahwa bangsa Dropa itu mempunyai maksud bersahabat. Lain-lain cakram disebut juga dalam ceritera mengenai kecelakaan, yang dialami oleh sebuah kapal, pada saat hendak mendarat di daerah pegunungan; usaha untuk memperbaiki pesawat itu tidak berhasil... Dengan harapan untuk bisa mendapatkan keterangan lebih lanjut, maka benda-benda berbentuk cakram itu kemudian dikirim ke Moskow, dan diselidiki oleh para akhli di sana. Diketemukanlah, bahwa cakram-cakram itu mengandung kobalt dan bahan-bahan logam lainnya, dan bahwa benda-benda itu menggetar dengan frekuensi yang tidak lazim, seakan-akan mengandung suatu muatan listrik atau dimasukkan dalam suatu arus listrik. Cakram kecil-kecil itu, yang telah berumur lebih daripada 12.000 tahun, telah dan akan tetap merupakan suatu teka teki yang sungguh-sungguh bagi para sarjana di dunia ini”.
Kosmonaut-kosmonaut Telah Hidup dan Menghuni Bumi Kita Ini Pada Jaman Yang Telah Lalu
Semua petunjuk dan ceritera kuno, yang telah saya kemukakan itu, menguatkan gagasan tentang asal usul manusia, yaitu dari angkasa luar. Sebagaimana telah kita lihat, maka ceritera-ceritera itu berasal dari orang-orang yang tidak sama, dan terpencar di berbagai-bagai benua.
Seorang Jerman akhli mitologi, Gerhard R. Steinhauser, menulis sebagai berikut: “Kalau kita menjumpai sejumlah bukti, yang menunjukkan, bahwa kosmonaut-kosmonaut asing pada jaman purba telah menghuni bumi kita, telah memberi petunjuk-petunjuk kepada manusia, telah mendidik dan memimpin manusia, dan malahan mungkin telah kawin dengan manusia dan kadang-kadang telah membinasakan manusia, seperti misalnya di Atlantis. Kalau andaikata kita hanya dapat memeras beberapa gram radium dari berton-ton batu, dan andaikata kita harus mengikis beberapa meter rumah-rumah siput untuk menyingkap badan kapal tua, maka kita akan menggunakan usaha dengan semangat yang sama, untuk membebaskan dan menyaring ilmu pengetahuan kuno yang asli. Kita dapat mengakui kebenaran fakta-fakta itu, dan melanjutkan mempelajarinya, atau kita dapat menolaknya; akan tetapi tanggapan, yang bersifat menolak itu, tambah lama bertambah lebih sulit, karena kekurangan alasan. Dan seterusnya, kita menjumpai tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk, yang tidak mencukupi sebagai bukti yang menentukan; petunjuk-petunjuk itu mula-mula tampak seperti hasil dari daya khayal yang berlebih-lebihan, danbaru menjadi terang gamblang setelah direnungkan secara lama dan tengan”.
Setelah Menyelesaikan Duabelas Macam Tugasnya, Hercules Kembali Ke Langit, Ke Langit Dari Mana Dia tadinya Berasal.
Mereka, yang seperti Steinhauser berpendapat, bahwa planit kita ini pernah dikunjungi oleh makhluk dari angkasa luar, juga menghadapi persoalan mengenai luasnya ruang angkasa dan lamanya waktu untuk mengarunginya. Memang demikianlah, orang-orang ruang angkasa, yang telah mengunjungi kita itu, tentunya telah menempuh jarak yang terkirakan panjangnya dalam perjalanan mereka, yang telah memakan waktu amat sangat banyaknya, Bagaimanakah orang-orang itu, atau dewa-dewa dari angkasa luar itu, telah dapat mengatasi persoalan luasnya ruang angkasa dan panjangnya waktu?
Steinhoser mengajak kita untuk mengikuti jalannya mitologi, yang mungkin akan dapat membantu kita untuk memahami persoalan itu. Misalnya, kita mempunyai ceritera kuno dari suku bangsa Indian Cashinava, di daerah Amazon, yang menguraikan, bahwa pada suatu hari seorang Dewa telah membawa beberapa orang manusia naik ke langit. Dewa itu memperingatkan orang-orang yang dibawanya, bahwa, di suatu tempat dalam perjalanan mereka nanti, mereka harus benar-benar memperhatikan dia, kalau dia meneriakkan kata-kata: “Gantilah kulitmu, gantilah kulitmu!”. Akan tetapi, celakanya, orang-orang itu tidak memberikan reaksi cukup cepat, dan itulah sebabnya, mengapa kita sekarang tidak dapat lagi berganti kulit seperti yang dilakukan oleh ular.
Ceritera-ceritera kuno tertentu dari Yunani, khususnya ceritera mengenai Heracles (=Hercules), menunjuk ke arah yang sama seperti ceritera kuno bangsa Indian tadi. Setelah menyelesaikan “duabelas tugasnya” yang terkenal, Hercules kembali ke langit. Zeuslah, ayahnyalah, yang mencarinya dan membawanya pulang kembali. Peristiwa itu diduga terjadi di gunung Etna, di mana Hercules muncul dari kobaran api, dan kemudian dibawa pergi dalam kereta perang Zeus menuju ke langit dan memasuki ruang angkasa. Tidak terhitung banyaknya corak ceritera tentang kepergiannya itu, akan tetapi ada satu fakta yang sangat menarik, yaitu, bahwa Hercules tidak lagi berwujud seorang manusia, melainkan tampak sebagai “seekor ular, yang telah berganti kulitnya”.
Mereka, yang seperti Steinhauser berpendapat, bahwa planit kita ini pernah dikunjungi oleh makhluk dari angkasa luar, juga menghadapi persoalan mengenai luasnya ruang angkasa dan lamanya waktu untuk mengarunginya. Memang demikianlah, orang-orang ruang angkasa, yang telah mengunjungi kita itu, tentunya telah menempuh jarak yang terkirakan panjangnya dalam perjalanan mereka, yang telah memakan waktu amat sangat banyaknya, Bagaimanakah orang-orang itu, atau dewa-dewa dari angkasa luar itu, telah dapat mengatasi persoalan luasnya ruang angkasa dan panjangnya waktu?
Steinhoser mengajak kita untuk mengikuti jalannya mitologi, yang mungkin akan dapat membantu kita untuk memahami persoalan itu. Misalnya, kita mempunyai ceritera kuno dari suku bangsa Indian Cashinava, di daerah Amazon, yang menguraikan, bahwa pada suatu hari seorang Dewa telah membawa beberapa orang manusia naik ke langit. Dewa itu memperingatkan orang-orang yang dibawanya, bahwa, di suatu tempat dalam perjalanan mereka nanti, mereka harus benar-benar memperhatikan dia, kalau dia meneriakkan kata-kata: “Gantilah kulitmu, gantilah kulitmu!”. Akan tetapi, celakanya, orang-orang itu tidak memberikan reaksi cukup cepat, dan itulah sebabnya, mengapa kita sekarang tidak dapat lagi berganti kulit seperti yang dilakukan oleh ular.
Ceritera-ceritera kuno tertentu dari Yunani, khususnya ceritera mengenai Heracles (=Hercules), menunjuk ke arah yang sama seperti ceritera kuno bangsa Indian tadi. Setelah menyelesaikan “duabelas tugasnya” yang terkenal, Hercules kembali ke langit. Zeuslah, ayahnyalah, yang mencarinya dan membawanya pulang kembali. Peristiwa itu diduga terjadi di gunung Etna, di mana Hercules muncul dari kobaran api, dan kemudian dibawa pergi dalam kereta perang Zeus menuju ke langit dan memasuki ruang angkasa. Tidak terhitung banyaknya corak ceritera tentang kepergiannya itu, akan tetapi ada satu fakta yang sangat menarik, yaitu, bahwa Hercules tidak lagi berwujud seorang manusia, melainkan tampak sebagai “seekor ular, yang telah berganti kulitnya”.
Organisme Dan Kapal ruang angkasa
Persoalan pergantian kulit itulah, yang ditekankan oleh seorang akhli Jerman lainnya di bidang mitologi, Prosfessor Karl F. Kohlenberg, dalam karyanya yang menarik, “Prasejarah Menerangkan”. Dia menyatakan, bahwa “perubahan” atau “pergantian” kulit merupakan suatu soal yang penting. Itu semua pasti merupakan suatu perwujudan lahiriah dari suatu “perjalanan” atau “loncatan” menerobos dan memasuki suatu dimensi yang lebih tinggi, atau merupakan suatu jalan hilangnya wujud, untuk kemudian disusul oleh suatu perwujudan baru.
Professor Kohlenberg selanjutnya berkata sebagai berikut: “Kita dapat membayangkan cara-cara yang digunakan, agar supaya hidup dapat berlangsung terus sampai waktu yang sangat lama, sesuai dengan kebutuhan para Dewa dalam melakukan perjalanan ruang angkasa. Misalnya: Tubuh dapat dibuat berada dalam keadaan tidur amat lama, dengan cara membekukannya; tubuh dapat dikeringkan seperti kuman-kuman dengan jalan mengeluarkan semua cairan yang ada didalamnya, dan nantinya menghidupkan kembali tubuh itu dengan jalan rehidrasi (rehydration). Akhirnya, otaknya dapat dipisahkan dari keseluruhan tubuh itu, untuk kemudian dihubungkan dalam suatu perputaran buatan pada suatu alat mekanis. Persoalan terakhir ini mungkin sudah dapat dicapai oleh ilmu pengobatan, yang kini telah mampu memindahkan urat syaraf dengan hasil baik. Mungkin para ‘Dewa’ pernah mengerti ilmu pengetahuan dan teknik, yang kini digunakan dalam ilmu bedah kita. Organisme semacam ‘alat mekanis dengan otak manusia’ itu akan dapat mengawasi dan mengemudikan sebuah kapal ruang angkasa”.